Hilman Faqih (22), warga sekitar sekaligus saksi yang ikut memadamkan api kebakaran di pondok pesantren Miftahul Khoirot, Desa Manggungjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Karawang, Senin (21/2), menceritakan awal mula kisah pilu yang menewaskan delapan santri itu.
Mulanya, kabar kebakaran itu ia terima dari seorang kawan. Kira-kira sehabis zuhur. Tanpa pikir panjang, ia langsung datang ke lokasi yang kebetulan dekat dengan rumahnya.
Api belum besar setibanya ia di lokasi. Ia lihat asap tebal mengapung dari lantai dua pondok pesantren.
“Saya langsung cari pertolongan, pinjam alat pemadam api ke pom bensin di sana,” katanya sambil menunjuk arah ke SPBU yang tidak jauh dari TKP.
Butuh waktu kira-kira 20 menit bagi Hilman untuk meminta izin meminjam alat pemadam api sekaligus mempelajari cara pakainya.
Sekembalinya ia ke TKP, api sudah membesar. Ia melihat para santri menyelamatkan diri, sebagian membawa keluar barang-barang berharga.
“Kita tidak tahu di atas (lantai dua) ada orang. Yang kita tahu santri sudah menyelamatkan diri. Tahunya pas api sudah padam, naik ke atas, ternyata di atas ada korban. Baru tahu ada korban. Sudah meninggal dunia. Tangga ikut terbakar, jadi tidak bisa keluar,” katanya.
Hilman ikut membantu proses pemadaman api yang berlangsung kurang lebih dua jam. Ia memang mendengar jerit minta tolong santri dari arah lantai satu. Seingatnya, tidak ada suara minta tolong dari lantai dua.
Keterangan lain didapat dari Penyuluh Agama Islam Cilamaya Kulon Sri. Sri mendapat keterangan langsung dari pengasuh pondok pesantren.
Kata Sri, penyebab utama kebakaran memang korsleting listrik.
“Korsleting listrik, kabel listrik itu sama salah satu anak dikeprak (dipukul), terus muncul percikan api. Percikan api menyambar botol minyak kayu putih, terus menyambar kasur. Api kemudian membesar. Kobaran api paling besar itu di pintu keluar dekat ke arah tangga,” kata Sri.
Saat itu para santri di lantai dua sedang tidur siang. Ia mengakui di pesantren itu memang ada kewajiban tidur siang bagi para santri.
Sebagian santri berhasil menyelamatkan diri sebelum api membesar. Namun delapan santri yang tinggal sekamar tidak bisa keluar. Api keburu membesar melahap bangunan lantai dua yang didominasi kayu.
“Jendela pakai teralis, tidak bisa keluar (lewat jendela),” kata Sri, pendek.
Sementara itu, Kapolres Karawang AKBP Aldi Subartono menuturkan saat ini petugas masih mendalami penyebab kebakaran.
“Kami sudah olah TKP (tempat kejadian perkara). Korban meninggal dunia ada delapan orang,” kata Aldi di TKP, Senin malam (21/2).
Info awal yang berhasil dikumpulkan petugas, peristiwa kebakaran tersebut terjadi sekitar jam satu siang.
“Korban yang selamat melihat percikan api di kamar mereka, dari kipas angin. Percikan api dari kipas angin ini mengenai kasur, kemudian menyebabkan kebakaran,” kata Aldi.
Api dengan cepat membesar di lantai dua pondok pesantren lantaran material bangunan di lantai dua didominasi kayu.
“Delapan korban meninggal dunia ini sedang istirahat siang,” sambung Aldi.
Komentar