Pertama, sudah cukup lama kami punya masalah berkenaan dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh terjadinya longsor pada bantaran sungai Kalikalapa di wilayah kami, dimana kejadian ini berawal pada bulan April 2020.
Saat ini kondisinya sangat parah sehingga bukan lagi sekedar mengancam tapi beberapa rumah kami telah mengalami kerusakan parah; di antaranya ada bagian dari rumah kami yang sudah hancur bahkan hilang seiring dengan pergeseran tanah yang sangat ekstrim. Sebelumnya bangunan rumah tersebut berdiri di atasnya, kini beberapa rumah kami praktis tidak lagi layak huni bahkan sangat berbahaya bagi keselamatan kami dan keluarga.
Kedua, sejak terjadi longsor, secara swadaya dan gotong royong kami telah melakukan upaya-upaya sebisa mungkin untuk mengatasi dan memperbaikinya; misalnya dengan cara membuat cerukcuk menggunakan material bambu pada titik-titik longsor terjadi, tapi dikarenakan bentangan longsornya luas dan volumenya juga besar menyebabkan kami tidak mampu menahan gerakan longsor yang terus berlangsung.
Ketiga, dengan usaha yang kami lakukan sekuat tenaga di tengah keterbatasan dalam banyak hal, baik secara teknis maupun biaya, sehingga tidak membuahkan hasil sama sekali, maka kemudian kami mencoba cara lain dengan menghubungi para pihak yang menurut kamu terkait dan berkompeten.
Namun demikian, walaupun sangat melelahkan serta menyita waktu dan pikiran kami, tapi mau tidak mau kami tetap harus memperjuangkan hak-hak kami sebagai rakyat yang pastinya berhak mendapat perlindungan dan pembelaan dari pemerintah melalui perundang-undangan yang berlaku yang diterapkan secara fair dan berkelindan.
Ibu bupati Karawang yang kami muliakan, dr. Cellica Nurrachadiana, demikian surat terbuka ini kami haturkan, kiranya ibu berkenan meluangkan waktu di sela-sela kesibukan yang sangat padat untuk dapat menyelesaikan secara cepat dan komprehensif masalah kerusakan lingkungan yang telah berlangsung sejak lama.
*
Tulisan di atas adalah sari dari surat terbuka yang ditulis oleh Yayan Haryanto perwakilan dari korban longsor di Perumahan Karaba untuk Bupati, Kawasan, BBWS, dan OPD di Kabupaten Karawang.
Menindaklanjuti dari surat terbuka tersebut, Tim KopiPagi menghubungi H. Junaedi, Kepala Desa Wadas, Telukjambe Timur untuk dimintai tanggapan atas kondisi Kalikalapa di wilayah perumahan Karaba. Kalimat pertama yang ia ucapkan manakala kami menanyai perjuangan masyarkat di RT06 Karaba ini ialah, “Dulu kan bupati bicara soal anggaran, sudah siap 2,8 miliar ditambah dengan kesiapan dari Pertiwi Lestari. Nah cuma sampai sekarang ini gimana, belum ada pekerjaan, kalau kemauan saya itu dikerjakan dulu, ini kan rawan longsor, kok ini malah terbengkalai.”
Kini ia tengah bingung sebab tak mengerti harus melakukan apa lagi agar pemerintah maupun pihak-pihak terkait mengurusi kewajibannya memperbaiki kondisi Kalikalapa. “Apakah saya dan masyarakat hraus demo lagu atau gimana, pada bingung. Sebentar lagi musim hujan, sudah tidak terbayang kalau pemerintah dan pihak kawasan mengadakan rapit lagi, ini mau sampai kapan.”
Jelang musim hujan ini tanah di tujuh rumah di RT06 Perumahan mengalami pergeseran tanah berkali-kali sejak April 2020 lalu. Mula-mula lebar Kalikalapa kurang lebih sekitar tiga meter, setelah longsoran terjadi beberapa kali, kini lebar sungai tersebut menjadi sekitar enam meter. Dua kali lipat dari lebar sebelumnya. Perubahan kontur itu banyak mengubah kondisi rumah masyarakat. Beberapa dari mereka ada yang kehilangan dapur, kehilangan tempat tinggal, bahkan harus hidup seadanya dan berkali-kali menambal sulam bangunan yang berliang karena bergeser.
Dalam hal ini pertanyaan-pertanyaan masyarakat tak jauh seperti apa yang dikatakan H. Juanedi dalam kesempatan tadi, “Harus apa lagi, apa menunggu korban semakin banyak? Kan pemda itu fasilitator, harusnya pemda itu menegur lagi pihak yang bersangkutan. Jangan biarkan alasan seperti covid, atau apa misalnya, alasan-alasan begitu tidak akan menyelesaikan masalah. Ke mana ini anggaran 2,8 miliar, selama ini kan banyak yang datang hanya mengukur-ngukur doang tapi tidak dikerjakan.”
Ia bahkan mengatakan “Buset” karena merasa perjuangan yang ia lakukan dan rekan-rekan di Perumahan Karaba sudah terbilang lebih dari cukup. Ia bahkan tadi pagi menolak permintaan tanda tangan dari pihak RHK yang di dalamnya terdapat sosok disebut-sebut “Kang Emay” dan KJIE untuk dokumen lingkungan. Ia ingin persoalan di Kalikalapa ini diselesaikan lebih dulu.
Kemudian yang bersangkutan, dalam hal ini Emay Ahmad Maehi kami coba mintai keterangan dan tanggapan terkait ucapan dari H. Junaedi. Emay mengatkaan bahwa ia saat itu hanya mengawasi, atau seperti apa yang ia sebut dengan “nemenin aja”. Ia justru bingung saat kami tanyai soal posisinya di RHK, “Saya sebagai apa yah, bingung juga saya, sama sekali bukan pegawai, humas juga bukan, karyawan bukan, pusing ga, digaji juga enggak.”
Terpisah, kami juga menghubungi Singgih, staf bidang Operasional dan Pemeliharan di Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, ia menyebutkan bahwa awal tahun lalu sempat mengadakan rapat di balai desa terkait permasalahan Kalikalapa. Saat dimintai keterangan mengenai penganggaran ia menjawab, “Kalau tidak salah ini mah, saya juga sudah konfirmasi tadi ke atasan, untuk itu dianggarkan tahun depan.”
Keterangan dari BBWS tersebut kemudian ditanggapi kepala desa dengan penyayangan sikap dari yang bersangkutan karena terus menunda program untuk mengatasi masalah. “Ya kalau tahun depan, mau sampe kapan, apakah harus sampe masyarakat habis dulu rumahnya. Nah tahun depan tahun depan ini kapan, tahun lalu bilangnya tahun ini. Tapi kan enggak ada tuh, kalau saya sih pengennya kan ini ada dana 2,8, pake dulu, liat sampai mana itu kerjaannya. Kalau tahun depan terus mau sampe kapan, apa harus sampe jembatannya putus dulu? Kan engga mungkin kan.”
Ia menutup percakapan kami dengan mengatakan jika pemerintah daerah maupun pihak terkait tidak ada reaksi, ia dan rekan-rekan terdampak akan berbondong-bondong ke tempat-tempat mereka bernaung. “Kan masyarakat yang merasakan, keluh kesahnya ke saya, mereka ini kan duduk di atas, jauh sama warga.”
Sayangnya anggota dewan terpilih di daerah pemilihan Desa Wadas tidak bisa dihubungi untuk dimintai keterangan terkait aspirasi dari masyarakat pemilih. Sebagian besar pesan tersampaikan, entah dibaca atau tidak, Sebagian yang lain menjawab tengah mengadakan rapat, entah rapat soal apa.
Komentar