Ramai diperbicarakan, kedatangan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi ke pegunungan Sanggabuana dengan tujuan memastikan keanekaragaman hayati sedikit teralihkan karena adanya aktivitas peralihan fungsi lahan di Puncak Sempur. Dalam unggahan akun YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel, ia meminta para pemirsa tayangan videonya untuk membayangkan Puncak Sempur dipangkas, kemudian ada guncangan dan longsor, seluruh bangunan di bawahnya tidak lagi memiliki makna. Pariwisata, seperti katanya, akan hancur. Ia sendiri tak tahu sedang ada proyek pembangunan apa tapi ia menyebutkan, “Di atas dipangkasi seluruh tanahnya, ini kalau hujan deras, ini longsor.”
Ketika ia mencapai area parkir Puncak Sempur, seseorang berseragam putih mengatakan pada Dedi, “Itu tempatnya belum ada izin Pak, harusnya dihentikan, kata Bupati, tapi ini masih jalan.” Setelahnya, baik Dedi, petugas Perhutani dan yang bicara pada Dedi terdiam sejenak. Ketiganya terlihat heran dengan apa yang terjadi di Puncak Sempur.
Dalam tayangan video itu juga Dedi menyatakan pembangunan itu mengerikan sebab rawan longsor setelah mendapati jawaban bahwa akan dibangun glamping (glamour camping). “Ini kan di puncak, tanahnya kan dikupas ya, ini kalau nanti kena (baca: hujan dan longsor) ke bawah itu habis.” Ia juga berkali-kali menanyakan mengenai izin pembangunan ini dan mengamini kalimat salah satu rekannya, “harusnya alat berat dihentikan, dihentikan dulu, sampai izinnya ada.”

Menurut Dedi, jika tanah di proyek glamping Saepul Riki ini bergeser, turap yang dibangun tidak berarti. “Ini kalau tanahnya geser ya, tak akan ada arti (turap), karena ini puncak banget.” Setelahnya ia menanyakan pada salah satu pihak pembangun yang ada di lokasi, “Kok enggak ditempel Pak izinnya?” kemudian sosok berbaju putih garis merah, seseorang yang ditanyai oleh Dedi itu menjawab, “Engga, Pak.” Sosok itu juga mengatakan kalau izin proyek ini sedang diproses. Kemudian Dedi menjawab bahwa mestinya tidak ada pengerjaan jika izin belum dikeluarkan pemerintah daerah.
“Saya denger sih izinnya (sedang) proses, tetapi ini memiliki resiko lingkungan yang sangat tinggi, ketinggiannya luar biasa, 600 meter di atas permuakaan laut, curam, dikupas pohonnya, ini kalau ya, kalau nanti ada hujan besar, apalagi panas kepanasan, kena hujan, biasanya melorot, batu besar aja kebawa, apalagi batu tempel (baca: turap). Mudah-mudahan pemda Karawang, kalau memang izinnya belum ada, (segera) untuk ambil tindakan, karena ini kewenangannya ada di kepala daerah. Buat Teh Celli tolong ini dilihat, ini memiliki risiko yang sangat tinggi terhadap lingkungan yang ada di bawahnya. Kalu sudah jadi bencana semua orang kena.” Kemudian setelahnya ia juga mengatkan jika ada izin, proyek ini harus dievaluasi, sebab risiko lingkungannya tinggi sekali.
Berkali-kali juga Dedi mengingatkan kalau sudah terjadi longsor yang mendapat kesusahan itu warga dan alam, sekalipun ini milik seseorang (baca: Saepul Riki). Pada kunjungan tak sengaja itu Eks Bupati Purwakarta ini menghentikan pekerjaan dan alat berat atau dalam hal ini ialah eskavator untuk tidak beroperasi. Salah seorang pekerja dari Saepul Riki menyaktan izin belum dibsa diproses sebab alas haknya masih diurus. Kemudian Dedi mengatakan jika belum ada izin, risikonya bisa dipidana jika terjadi hal yang tak diinginkan, sebab mengerjakan sesuatu yang tak ada izin.
Terpisah, dalam video amatir, terlihat Dedi Mulyadi bertemu dengan pemilik lahan dan juga orang yang bertanggungjawab dalam proyek glamping di Puncak Sempur. Dedi menyayangkan sebab alas hak belum jelas, seharusnya jangan dulu dikerjakan. Ia mengingatkan Saepul Riki untuk tidak lalawora atau yang juga berarti semena-mena. Bahkan ia juga megnatakan, “Kalau dilihat dari kontur (tanah) bapak (Saepul Riki) itu mengerikan, ahli Teknik ITB, (bahkan) Amerika liat (tanah) punya bapak (akan mengatakan) aduh,” sambil tertawa heran. Sebab dasar prinsip dari pembangunan apapun, Dedi masih melanjutkan, di wilayah pegunungan seperti ini ialah tidak boleh menggangu dasar konservasi.
“Seharusnya jangan dulu dikerjakan kalau alas haknya belum ada, dasar hukumnya apa?” tanya Dedi Mulyadi, Saepul Riki tak bisa menjawab, ia hanya tertawa kecil sambil tersenyum.
Dalam salah satu video itu juga muncul “Teteh”, sapaan akrab Bupati Cellica Nurrachadiana dari bibir Saepul Riki saat Dedi Mulyadi bertanya mengenai kepemilikan salah satu lahan yang kontur tanahnya dibuah di Puncak Sempur. Saepul Riki menjawab pertanyaan Dedi Mulyadi dengan bisik-bisik, seolah-olah ia tengah merahasiakan sesuatu. Padahal sebelumnya Saepul Riki menyatakan kepemilikan lahan sebanyak 6270 meter di area wisata Puncak Sempur ini dimiliki oleh dirinya, Nace Permana, dan Odih. Pada percakapan itu, tanah milik Nace Permana (Ketua LSM Lodaya) ini justru dikatakan Saepul Riki sebagai milik Bupati Cellica Nurrachadiana. Namun, sayangnya ungakpan bisik-bisik Sapul Riki itu tidak muncul dalam tayangan video di YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel.
Dalam percakapan terpisah, Tim KopiPagi menghubungi Saepul Riki, ia menyatakan telah menyampaikan pesan ke Dedi Mulyadi bahwa ia sementara hanya mau menanam kopi, duren, dan tanaman lainnya untuk penahan erosi dan peneduh. “Kalau pun ada pemasangan batu, itu untuk dinding penahan tanah agar tidak erosi.”
Saepul Riki juga mengiyakan bahwa kegiatan alat berat di Puncak Sempur kini sudah dihentikan. Adapun kegiatan yang masih berlangsung ialah pembangunan dinding penahan tanah dan penanaman pohon. Sementara terkait dengan izin, sampai saat ini masih belum ada.
Sementara Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Asep Wahyu mengatakan, “Kalau memang tidak diizinkan, ya kita harus langsung bikin surat teguran ke masing-masing perusahaannya. Kalau tidak diizinkan baru kita tindaklanjuti.” Setelah itu Tim KopiPagi berupaya mengabarkan kondisi pembangunan Glamping di Puncak Sempur belum mengantongi izin. Asep Wahyu berdalih bahwa pihak dari Kecamatan Tegalwaru belum mengirimkan laporan baik ke Bupati maupun ke Satpol PP. Sayangnya, Kepala Kecamatan Tegalwaru, Mahfudin sama sekali tidak bisa dihubungi oleh Tim KopiPagi.
Komentar