“Para WARTAWAN OTENG OTENG mending kejar mobil dinas bekas Wabup sebelumnya. Jenisnya sedan. Sedannya mewah brohhh,” kata Momo Dhio Alief beberapa saat lalu sebelum tulisan itu hilang di beranda akun Facebook miliknya. Unggahan tersebut adalah responnya atas video singkat Asep Irawan Syafei yang mengingatkan para publik figur agar memberikan contoh dan pencerahan pendidikan daripada menimbulkan kegaduhan.
Beberapa waktu lalu mobil dinas baru untuk Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Karawang ramai dibicarakan, selain karena harganya, masyarakat merasa urgensi pembelian mobil dinas baru ini terasa tidak dalam situasi yang tepat.
Senin, 20 September 2021, enam hari lalu akun Instagram @info_karawang mengunggah foto mobil baru tersebut. Di sana tertulis dan tampak jelas Mazda seri CX – 9 tahun 2021 berplat nomor “T 1 F” dengan latar merah khas pejabat yang kisaran harganya ditaksir mencapai Rp 998.800.000. Sembilan ratus sembilan puluh sembilan juta kurang dua ratus ribu per satu unit. Total hampir dua miliar.
Akun Instagram @uknow_yunho86 mempertanyakan urgensi pemerintah daerah dalam pembelian mobil mewah dengan menuliskan komentar, “Apa urgensinya beli mobil mewah utk dinas dimasa pandemi sulit begini? Apa mobil lama benar2 ga layak jalan lagi? Padahal jalanan dikarawang masih banyak yh rusak. Jangankan di pedesaan. Didaerah kota aja jalan jelek sekali.”
Di postingan yang sama akun @ones9054 memuji sekaligus heran atas sikap pemerintah daerah dengan menulis, “Ga punya sense of crisis,, anggaran kegiatan lain banyak yang digeser dan dikurangi anggarannya untuk beck up pandemi covid-19,, tapi masih sempat beli mobil mewah dgn harga yg fantastis… Hebat lah pimpinan Karawang.. 👍👍”
Muhammad Chaedir melaporkan Momo Dhio Alief dengan dugaan telah melakukan penghinaan dan atau pencemaran nama baik seperti yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Indormasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 27 Ayat 3.

Tangkapan layar dari cuitan Momo Dhio Alief yang di dalamnya berisi penggunaan kata “oteng-oteng” di balik kata wartawan ini menjadi alat bukti pelaporan pelapor. Ungkapan tersebut dirasa telah merendahkan profesi kewartawanan dirinya dan rekan-rekan wartawan lain yang mengabarkan pembelian mobil dinas baru Bupati dan Wakil Bupati.
Didampingi kuasa hukum, pelapor menyatakan bahwa ungkapan Momo Dhio Alief telah merugikan dirinya yang berprofesi sebagai wartawan. Ia juga menyayangkan perbuatan terlapor kini telah menimbulkan kegaduhan.
“Jadi hari ini saya selaku personal melaporkan terkait akun Momo Dhio Alief, ini yang telah menghina profesi saya sebagai wartawan. Adapun laporan ini telah diterima oleh pihak kepolisian sebagai pelaporan, nanti tindak lanjutnya dilaporkan dua hari kedepan. Dalam keterangan di media sosial, dia menyebut bahwa wartawan itu adalah oteng-oteng, wartawan itu urusi saja mobil dinas mantan bupati terdahulu, nah di dalam sini saya merasa bahwa profesi saya telah dirugikan dengan pernyataan terlapor, saya harap tindakan ini dapat ditindaklanjuti, dan secara tegas.”
Kuasa hukum pelapor, Hendra Supriatna menyatakan persoalan ini perlu ditanggapi secara serius oleh para penegak hukum, terutama dalam hal ini ialah Polres Kabupaten Karawang. “Karena ini sudah jelas di UU nomor 40 Tahun 1999, siapapun yang menghalangi kegiatan profesi wartawan atau jurnalis, ini dianggap sebagai tindakan pidana.” Ia juga mengecam keras tindakan yang dilakukan terlapor, “Ini tindakan tidak patut dan tidak memiliki etika, bahwa profesi wartawan ini adalah profesi yang terhormat, dimana memberikan kabar informasi maupun peristiwa, hukum dan lainnya.”
Hendra Supriatna juga menambahkan jika nanti ada pihak-pihak lainnya, atau dalam hal ini seperti yang ia sebutkan sendiri, “Siapa yang menyuruhnya, karena ini gak mungkin, kita cari dalangnya, siapa yang menghina wartawan, karna yang menghina wartawan harus ditindak tegas dan dipenjarakan.”
Terpisah, Ketua Dewan Pembina LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Cakra, Dadi Mulyadi, mempertanyakan makna dalam narasi pada ungkapan Momo Dhio Alief saat Tim KopiPagi meminta tanggapannya tekait permasalahan ini.
“Apakah makna narasi yang ada di situ berlaku untuk wartawan oteng-oteng saja? Atau setiap wartawan yang memberitakan tentang mobil dinas dikategorikan atau digeneralisi sebagai wartawan oteng-oteng?”

Ia justu menjadi khawatir dan merasa ungkapan itu adalah bentuk celaka jika semua wartawan yang memberitakan isu terkait pembelian mobil dinas disebut wartawan oteng-oteng seperti yang dimaksudkan terlapor.
“Kompetensi Momo itu sebagai apa? Kenaapa dia merasa terganggu dengan pemberitaan itu? Kan dia bukan Bupati maupun Wakil Bupati, tapi kenapa Momo yang nyinyir. Kalau akun Momo menarasikan setiap yang memberitakan berita mobil dinas (itu oteng-oteng), nah itu harus diluruskan, karena ini akan mengganggu harmoniasasi demokrasi, wartawan itu punya hak untuk mewartakan sebuah informasi.”
Terakhir, Dadi Mulyadi juga menyatakan akun media sosial bisa diperkarakan jika unsur deliknya dapat dibuktikan. “Penghinaan, perbuatan tidak menyenangkan, pencemaran nama baik, dalam UU ITE itu diatur, dan bisa dibawa ke ranah hukum.”
Pelaporan ke kantor polisi, Sabtu (25/9) didampingi organisasi profesi wartawan. IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) Korda Purwasuka, IWO (Ikatan Wartawan Online) Karawang, SMSI (Serikat Media Siber Indonesia) Karawang, dan MOI (Media Online Indonesia) Karawang bersatu mendampingi laporan.
Ketua IJTI Korda Purwasuka Rudi Setiawan menuturkan, pihaknya mengutuk keras unggahan akun Facebook Momo Dhio Alif. Kalimat dalam unggahan tersebut menciderai para wartawan di Kabupaten Karawang.
“Di situ kan memang tidak disebutkan siapa wartawannya, tapi secara umum semua merasa sakit hati. Postingan tersebut secara tidak langsung menunjukkan wartawan sebagai wartawan oteng-oteng yang tidak jelas. Ada pun kalau mereka tidak puas dengan masalah pemberitaan, dia bisa meminta hak jawab. Ada hak jawab,” kata rudi.
Hal senada juga diucapkan Ketua Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) Karawang Asep Agustian. Ia meminta pemilik akun bersangkutan untuk tidak sembarangan memvonis profesi wartawan.
“Semua profesi itu baik. Kalaupun tidak setuju dengan pemberitaan, ya tidak usah ditanggapi dan abaikan saja beritanya. Dan kalaupun mau, bisa kok disanggah sesuai aturannya. Jangan dong membuat vonis ekstrim banget, bagaimana kalau itu ada pada diri situ dan atau keluarganya yang menjadi wartawan? Jawabnya pasti marah dong!” katanya.
Menurutnya, profesi wartawan ada untuk memberikan sajian berita kepada publik. Bila tidak ada berita, publik tidak akan tahu ada penyimpangan atau tidak. “Kritikan itu bukan menjurus untuk menistakan seseorang tetapi agar bisa dapat mengoreksi akan semua yang terjadi,” sambungnya.
Komentar