KopiPagi.ID
  • Telisik
  • Tajuk Rencana
  • Tulisan Pembaca
  • Opini
  • Cerpen
  • Podcast
  • Telisik
  • Tajuk Rencana
  • Tulisan Pembaca
  • Opini
  • Cerpen
  • Podcast
Tidak ditemukan
Lihat semua hasil
KopiPagi.ID
Beranda Telisik

Anak Muda Lawan Dewan: Audiensi Dadakan Bahas Wisata Sempur

Redaksi oleh Redaksi
14 Agustus 2021
A A
Anak Muda Lawan Dewan: Audiensi Dadakan Bahas Wisata Sempur
Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

Kunjungan Kerja Komisi III DPRD Kabupaten Karawang ke Puncak Sempur, Desa Cintalaksana, Kecamatan Telgawaru, Kabupaten Karawang, disambut demonstrasi anak-anak muda yang menamai dirinya Boemi Poetra Karawang Selatan, Kamis (12/8).

Puluhan anak muda Karawang Selatan tersebut meminta 14 anggota Komisi III DPRD Karawang yang hadir dalam kunjungan kerja mengabulkan lima poin tuntutan. Kelima tuntutan dituangkan dalam nota kesepakatan bersama. Boemi Poetra Karawang Selatan mendesak anggota DPRD, dan Dinas Pariwisata dan kebudayaan (Disparbud) Karawang menandatangani nota tersebut. Para anak muda mencurigai pembangunan di Puncak Sempur bakal merusak alam.

Redaksi menerima salinan nota kesepakatan itu. Berikut redaksi salinkan lima poin yang diminta Boemi Poetra Karawang Selatan:

  1. Menuntut keterbukaannya informasi mengenai adanya pembangunan dan pengembangan pariwisata di Puncak Sempur.
  2. Menuntut keterbukaannya izin analisis dampak lingkungan (Amdal) pada pembangunan dan pengembangan pariwisata di Puncak Sempur.
  3. Menuntut pembangunan dan pengembangan pariwisata di Puncak Sempur berlandaskan pada pengembangan pariwista yang berbasis lingkungan.
  4. Menuntut dilibatkannya masyarakat sekitar dalam monitoring dan kontroling pembangunan dan pengembangan pariwisata di Puncak Sempur.
  5. Tindak tegas terhadap pejabat pemerintahan yang melakukan skandal perizin lingkungan.

Di sisi lain, sesuai surat berkop DPRD Karawang yang beredar di media sosial, kunjungan kerja Komisi III tersebut berlabel monitoring terkait pengembangan pariwisata di Kabupaten Karawang (Puncak Sempur). Surat bernomor 172.7/805/DPRD itu ditujukan ke Disparbud Karawang. Ketua Komisi III Endang Sodikin dan Kepala Disparbud Karawang Yudi Yudiawan ketika dikonfirmasi terpisah tidak menampik soal surat tersebut.

Baca Juga

KONI Karawang Target Masuk 10 Besar di Porprov Jabar 2022

Disparbud Karawang Curhat Anggaran Pemeliharaan Kampung Budaya Ditolak Dewan

Elf Lindas Pemotor di Tamelang, 7 Meninggal, 10 Luka

Polisi Dalami Kemungkinan Korban Dibunuh dalam Kasus Bocah S

Saepul Riki menyambut rombongan komisi III Kabupaten Karawang di Puncak Sempur, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang pada Kamis, 12 Agustus 2021. Tanah pribadinya yang berada di Puncak Sempur seluas 6.720 meter yang rencana akan dibuat wisata Glamping.

Dalam surat, anggota Komisi III dijadwalkan ke lokasi Puncak Sempur jam 10 pagi. Namun, rencana tersebut berubah. Informasi yang redaksi dapatkan, Komisi III rapat dengan Disparbud Karawang jam 10 pagi di kantor Disparbud pada jam 10 pagi. Komisi III baru tiba di Puncak Sempur jam setengah dua siang, disusul perwakilan Disparbud Karawang dan DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan) Karawang.

Ketua Komisi III, Endang Sodikin meluruskan soal kedatangan pihaknya ke Sempur. Sebagai wakil rakyat, katanya, pihaknya boleh saja melakukan kunjungan kerja ke mana pun selama dalam wilayah hukum kabupaten Karawang. Endang menyinggung soal RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Kabupaten Karawang yang Pansus-nya (Panitia Khusus) baru saja diparipurnakan oleh DPRD. RPJMD membahas konsep pembangunan di Karawang, dari mulai bidang kesehatan, termasuk bidang kepariwisataan. Pada RPJMD periode sebelumnya, bidang kepariwisataan punya tujuh daerah wisata prioritas (Kompleks Percandian Jiwa Batujaya, Makam Syech Quro, Kampung Budaya, Tugu Proklamasi, Pantai Tanjung Baru, Pantai Sedari, dan Pantai Tanjung Pakis). Pada RPJMD periode selanjutnya jika memungkinkan, kata Endang, pihaknya akan memasukkan Sempur sebagai destinasi wisata prioritas.

“Kita ingin ada program (pariwisata) yang monumental yang betul-betul (membuat) Karawang itu diakui di tingkat Jawa Barat minimal, umumnya di tingkat nasional. Jadi kita ini datang untuk mengetahui jangan hanya mengetahui di media sosial. Kami ingin memastikan betul apakah Sempur ini bagian dari yang kita harapkan sebagai objek wisata yang akan jadi proyek monumental. Saya berharap ada keberlanjutan dari RPJMD sebelumnya ke RPJMD periode selanjutnya. Kita datang ke sini untuk observasi,” kata Endang.

Pernyataan Endang (Gerindra) diamini anggota Komisi III yang hadir. yaitu Acep Suyatna (PKB), Fitri Melinda (Golkar), Abas Hadi Mulyana (Demokrat), Tatang Taufik (PKS), Kaemin Komarudin (Gerindra), dan Mahpudin (Demokrat). Turut juga hadir anggota DPRD Karawang di luar Komisi III yaitu Nurlelah Saripin (PBB), dan Saidah Anwar (Golkar).

Anggota DPRD Karawang terlihat sedang memantau pengalihfungsian lahan menjadi wisata Glamping di Puncak Sempur, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang. Kunjungan ini juga dihadiri oleh Ketua komisi III.

Audiensi Dadakan, Dicecar Anak Muda

Anak-anak muda Boemi Poetra Karawang Selatan menyambut anggota DPRD beserta rombongan dengan lagu Darah Juang. Darah Juang sering dinyanyikan saat demonstrasi mahasiswa tahun 1998. Lagu yang mengisahkan soal ketimpangan kekayaan alam dan kemiskinan rakyat sekaligus perjuangan anak muda ini lalu diwariskan dari satu demonstrasi ke demonstrasi lain. Dari jalan ke jalan, dari megafon ke megafon.

Selepas makan-makan, anggota DPRD membuat audiensi dadakan. Dibilang dadakan karena audiensi tidak ada dalam jadwal surat berkop DPRD Karawang.

Dalam audiensi, salah satu perwakilan anak muda, Ricky Purnama Ardiansyah (25) mencecar pemilik lahan yang rencananya akan dibangun Glamping (Glamorous Camping), Saepul Riki.

Ricky menanyakan keberadaan drainase yang luput dibangun Saepul Riki.

“Saya lihat Sempur dihajar, bagaimana nih dampaknya untuk alam ke depan, tidak bisa disepelekan. Karena berhubungan dengan nyawa orang. Berapa (banyak) nyawa kemarin melayang oleh banjir gara-gara keegoisan. Main gerus, main hajar, main ratain tanpa memikirkan drainase air saja dulu. Di sini pembangunan apa saya lihat ada drainase air? Tidak ada pak!”

Saepul Riki membalas singkat pertanyaan Ricky dengan kalimat, “Ini lagi dibangun.”

Ricky dengan suara meninggi membalas, “Kan belum ada.”

“Kan baru dibangun, karena memang lagi proses sekarang,” kata Riki.

“Iya makanya saya menitikberatkan ke situ. Karena dampaknya luar biasa,” cecar Ricky.

Keseruan makan bersama antara komisi III ketika dijamu oleh Saepul Riki pada kunjungan Kamis, 12 Agustus 2021.

Pesan Ricky kepada Saepul Riki agar memperhatikan dampak ekologis yang akan terjadi sebagai dampak dari pengembangan kawasan Sempur. “Karena sebelum adanya pembangunan seperti ini saja tahun kemarin (terjadi) banjir lumayan parah karena kurangnya resapan air dari atas. (Saat) turun hujan, curah hujan di atas mengalir ke sungai, tidak hanya membawa air termasuk juga lumpur karena tidak ada resapan di sini (Sempur). Kalau tidak ada resapan berarti ekosistem di sini terganggu. Bukan hanya dampak ekologis yang terasa di sini (Sempur) tapi sampai ke hilir,” kata Ricky yang mengaku sebagai warga Pangkalan.

Sebagai warga Pangkalan, Ricky mengaku jadi korban problem kerusakan ekosistem di Sempur. “Kemarin berapa puluh titik (terjadi) banjir di Karawang bahkan sampai ada korban. Itu karena kita tidak bisa jaga lingkungan. Jangan hanya atas dasar kita punya lahan, ibaratnya menggiurkan nih buat proyek, kita jadi mengesampingkan hal lain. Saya tekankan tolonglah drainase air dibenahi terlebih dulu. Jujur saya sebagai warga Pangkalan terkena dampak, saya sampai berhenti kerja gara-gara saya tidak bisa lewat karena (jalan terendam) banjir kemarin,” katanya.

Pemuda lain, Muhamad Alda (21) menimpali rekannya. Alda menuturkan, anak-anak muda tidak anti pembangunan. Bahkan anak-anak muda mendukung pembangunan selama berbasis lingkungan, termasuk pembangunan pengembangan pariwisata. Bila tidak berbasis lingkungan, dampaknya akan terasa 10 sampai 20 tahun ke depan.

“Kalau tadi disebut (kalian) menganalisa ke depan, kita justru datang ke sini dengan analisis jauh lebih ke depan, 10-20 tahun ke depan. Kita tidak mau ada pembangunan yang 10-20 tahun ke depan saya punya anak, punya rumah, terus rumah saya ditenggelamkan oleh air dan ditimbun tanah.”

Klarifikasi Pemilik Lahan

Saepul Riki sebagai pemilik lahan memberikan klarifikasi hampir sama seperti apa yang ia katakan kepada redaksi Kopipagi.id beberapa waktu lalu (baca: https://kopipagi.id/compang-camping-glamping-belum-berizin-potensi-bencana/). Bedanya, kali ini Riki tidak ingin disebut sebagai pengelola Glamping. Apa-apa yang saat ini ia lakukan hanya sebatas menggarap tanahnya sendiri. Tanah seluas 6.270 meter itu ia beli dari seorang warga Desa Cintalaksana. Rencana kawasan wisata, katanya, baru wacana.

Dari wacana tersebut, Riki mengerahkan alat berat jenis ekskavator untuk melakukan terasering. Terasering dilakukan karena kontur tanah awalnya curam dengan kondisi tanah tandus. Tanah miliknya hanya ditumbuhi semak dan trubuk. “Jadi kita tata, kita terasering, dan kita tanami kembali. Kita bangun tembok penahan tanah, kita tanami pohon-pohon penahan erosi seperti damar, akar wangi, dan tanaman lainnya. Jadi sebatas itu,” kata Riki.

Endang selaku ketua komisi III memimpin audiensi yang dilakukan di Puncak Sempur setelah pemuda Karawang Selatan memintanya. Audiensi ini terkait permasalahan yang terjadi pada proyek penataan lahan di Puncak Sempur untuk menjadi wisata Glamping.

Selain lahan yang sedang ditata, Riki juga memiliki lahan kurang lebih 2,5 hektare yang difungsikan sebagai perkebunan, terutama perkebunan kopi. Nantinya kawasan wisata akan terintegrasi dengan perkebunan kopi.

Terpisah, Kasi pada Bidang Tata Lingkungan DLHK Karawang Agus yang hadir di lokasi menuturkan, pihaknya sampai saat ini belum pernah menerima satu pun kajian terkait penilaian terhadap dokumen lingkungan untuk kegiatan yang dilakukan Saepul Riki. “Baik itu dokumen Amdal, dokumen UKL-UPL, atau dokumen SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan).”

Agus kemudian menyinggung Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 4 tahun 2021 turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja, juga Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2021 turunan dari Undang-Undang Cita Kerja, yang sama-sama membahas tentang jenis usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan dokumen lingkungan.

Sesuai aturan, ada beberapa hal yang mendasari dokumen lingkungan. Antara lain alas hak, izin lokasi, dan pertimbangan teknis pertanahan. Alas hak adalah bukti penguasan hak atas tanah secara yuridis. Sementara izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk usaha dan/atau kegiatannya. Pertimbangan teknis pertanahan berarti pertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan mempertimbangkan kesesuaian tata ruang. DLHK meminta tiga hal ini sudah dikantongi Saepul Riki sebelum masuk ke tahapan dokumen lingkungan.

Disinggung juga Perda nomor 2 tahun 2013 tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Karawang tahun 2011-2031.

“Apakah alas haknya sudah terkuasai, apakah (lahan) sudah hak milik, itu harus dilaksanakan. Kalau pertimbangan teknis pertanahan akan menjelaskan bahwa kegiatan tersebut (Glamping) sesuai Perda nomor 2 tahun 2013. Misalnya dalam Perda tersebut Puncak Sempur masuk untuk pariwisata maka pertimbangan teknisnya akan keluar karena sesuai dengan Perda tersebut. Lalu izin lokasi, yaitu izin untuk menguasai lahan karena nanti saat lahan ini diajukan untuk dimiliki atau dibuatkan dokumen lingkungan, dia tidak bisa atas nama perseorangan tapi harus atas nama badan hukum,” kata Agus panjang lebar.

Agus sekali lagi menekankan, sampai detik ini tidak ada satu pun kegiatan di Puncak Sempur yang mengajukan untuk diperiksa atau dikeluarkan rekomendasinya terhadap dokumen lingkungan.

Soal izin, Saepul Riki punya jawaban. Ia mengakui memang belum mengurus izin karena alas haknya belum ada. “Proses surat kepemilikan itu baru diproses di BPN (Badan Pertanahan Nasional). jadi saya belum punya dasar. (Saya) baru beli ke salah satu warga. Suratnya sekarang sedang diproses di BPN, paling cepat (selesai) September, lambatnya Oktober baru keluar,” kata Riki.

Riki berencana setelah sertifikat dari BPN keluar, ia baru akan mengurus perizinan.

Riki menjamin akan melaksanakan aspirasi dari anak muda Boemi Poetra Karawang Selatan. “Kami akan gunakan konsep wisata ramah lingkungan. Sekarang kami tanami lagi yang sudah kita kupas. Kalaupun sekarang terlihat tandus, itu bagian dari proses, proses pembangunan untuk penataan. Selanjutnya terkait serapan air, saya akan menanam tanaman-tanaman yang fungsinya menyerap air di sekitar wilayah Puncak Sempur.”

Tuntutan Ditolak

Komisi III, Disparbud, dan DLHK kompak tidak mau menandatangani nota kesepakatan bersama yang ditawarkan Boemi Poetra Karawang Selatan dengan berbagai alasan. Muhammad Iqro (23) salah satu anggota Boemi Poetra Karawang Selatan mengatakan pihaknya kecewa.

Muhammad Riko dan Muhamad Alda selaku pemuda Karawang Selatan meminta kejelasan tekait penataan lahan di audiensi yang dilakukan pada Kamis, 12 Agustus 2021 di Puncak Sempur. Mereka mewakili pemuda Karawang selatan meminta kepada pemerintah Kabupaten Karawang untuk mengikutsertakan masyarakat dalam pembangunan wisata Glamping ini.

“Dengan adanya nota ini, masyarakat ingin mengawal serta mendukung penyelamatan lingkungan. Dengan adanya tindakan seperti ini (menolak tanda tangan) kami sangat kecewa, apalagi dengan DLHK yang tidak bisa menerima nota dari kami.”

Boemi Poetra menggarisbawahi hasil audiensi terutama soal perizinan. Iqro menuturkan, syarat administrasi berupa perizinan seharusnya terlebih dulu ditempuh baru kemudian melakukan pembangunan.

“Pembangunan bisa dianggap ilegal karena tidak memiliki izin, bahkan sertifikat hak milik pun belum keluar. Berarti proyek ini melanggar aturan perundang-undangan. Untuk soal krisis air, kebetulan hari ini bertepatan dengan musim kemarau, di daerah Selatan banyak warga yang airnya kering. Nah justru malah pemerintah seperti abai terhadap dampak-dampak yang timbul dari kerusakan ekologis,” tutupnya.

 

“Piknik” Ala Anggota DPRD Ke Puncak Sempur (Disusun secara Kronologis)

Demi memudahkan pembaca, berikut kami susun apa saja yang terjadi selama kunjungan kerja anggota Komisi III DPRD Karawang dalam bentuk kronologis. Penyusunan secara kronologis ini juga bertujuan untuk memberikan informasi secara jelas dan terang.

Nyanyian Darah Juang dari Boemi Poetra Karawang Selatan untuk Rombongan Komisi III

Beberapa menit berselang setelah rombongan anggota Dewan Komisi III turun dari bus berukuran kecil di area parkiran wisata Puncak Sempur, gabungan para pemuda yang menamakan diri  Boemi Poetra Karawang Selatan (selanjutnya hanya ditulis Boemi Putra) menyanyikan lagu Darah Juang ciptaan John Tobing secara lantang.

Terdengar salah seorang rombongan dari dewan bertanya pada sesamanya untuk memastikan keadaan, “Itu demo ya?” kemudian koleganya menjawab, “iya.” setelahnya para rombongan terus berjalan ke area pertemuan antara anggota Dewan Komisi III dengan Saepul Riki untuk melaksanakan kunjungan kerja.

Suara-suara lantang yang menyanyikan darah juang masih cukup terdengar jelas, beberapa dari mereka mulai memunculkan diri dan berjalan ke arah para dewan.

Para Dewan Bersalaman dan Bercakap-cakap Dengan Saepul Riki

Sayup-sayup keriuhan kembali terdengar manakala para anggota Dewan Komisi III mulai bersalaman dan becakap-cakap dengan Saepul Riki di area pembangunan wisata Glamping. Percakapan-percakapan itu secara sekilas terdengar menyoal apa yang akan dilakukan oleh sang pengusaha, rencana sang pengusaha dan hal-hal lain yang akan tumbuh di atas lahan enam ribuan hektare lebih.

Saepul Riki Mengajak para Dewan untuk Makan Bersama

Tak jauh dari tempat mereka saling bercakap, beberapa tikar terhampar menjadi alas duduk perjamuan untuk “piknik” Anggota DPRD ke Puncak Sempur yang telah disediakan oleh Saepul Riki. Di atas hamparan tikar kecil ala-ala liburan keluarga itu, para anggota Dewan Komisi III saling duduk berdekatan membentuk lingkaran tidak sempurna dan menuangkan sajian makanan ke atas daun pisang. Mereka bersantap bersama-sama, salah seorang dari mereka mengaku belum sarapan.

Boemi Poetra Berkumpul Di Pos Registrasi Puncak Sempur dengan Salah Satu Anggota Satpol PP dan Petugas Kepolisian

Sekilas terdengar upaya dari Anggota Satpol PP untuk mengajak Boemi Poetra menahan diri, beliau juga menyuguhkan beberapa gelas kopi dan minuman untuk para pemuda ini. Tak lama berselang, manakala para pemuda itu tengah minum kopi, petugas kepolisian meminta nomor ponsel salah satu dari mereka. Anggota kepolisian ini juga meminta selembaran nota kesepakatan yang telah disusun oleh Boemi Poetra.

Nota Kesepakatan Boemi Putra Diterima Dewan Komisi III, Saepul Riki, dan Aparatur Desa

Selembaran kertas putih berukuran A4 berisi dengan tajuk Nota Kesepakatan dari Boemi Poetra berisikan poin-poin yang ingin mereka sepakati dengan Aparatur Desa, Saepul Riki, jajaran Anggota Dewan Komisi III, perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), dan perwakilan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Selembaran kertas dengan jumlah terbatas itu kemudian berpindah dari tangan satu ke tangan lainnya, terlihat masing-masing dari setiap orang yang memegang lembaran membaca dengan cermat.

Ketua Komisi Menerima Permintaan Audiensi, Boemi Putra Menjelaskan Tujuannya

Ketua Komisi III membuka dan memimpin audiensi yang diminta oleh Boemi Putra sembari memegang selembaran Nota Kesepakatan. Endang memulai dengan memperkenalkan anggota dewan satu per satu. Ia juga tidak lupa memperkenalkan perwakilan dari setiap dinas yang hadir ke acara kunjungan tersebut.

Ia membuka audiensi dengan meminta penjelasan Boemi Putra untuk memaparkan maksudnya meminta audiensi. Pasalnya Boemi Putra secara tiba-tiba datang dalam kegiatan kunjungan Komisi III ke Puncak Sempur. Sembari menghisap rokoknya, Riko mulai membuka obrolan.

Boemi Putra menginginkan keterbuakaan informasi terkait alih fungsi lahan di Puncak Sempur, menuntut keterbukaannya izin lingkungan, menuntut pembangunan dan pengembangan pariwisata diberbasis lingkungan, menuntut dilibatkannya masyarakat sekitar dalam monitoring dan kontroling, dan menindak tegas pejabat pemerintah yang melakukan skandal lingkungan.

Tanggapan Atas Tuntutan Boemi Putra

Endang selaku Ketua Dewan Komisi III langsung menanggapi permintaan penjelasan yang disampaikan oleh kawan-kawan Boemi Putra. Penjelasannya masih dirasa cukup normatif karena ia meminta dinas pihak terkait untuk menjelaskan lebih detail. Kemudian ia meminta perwakilan dari DLHK untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.

Perwakilan dari DLHK mengatakan bahwa sampai hari ini ia belum mendapatkan dokumen lingkungan dari pihak pengembang. Hal itu kemdian langsung ditanggapi oleh Saepul Riki, bahwasannya ia masih terhambat dalam urusan di Badan Pertanahan Negara (BPN). Ia melanjutkan, sembari menunggu surat di BPN selesai, ia melakukan penataan lahan karena konstur tanah yang sangat curam.

Dukungan Pembukaan Usaha Pariwisata

Perwakilan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan memberi dukungan bagi siapa saja yang ingin membuka usaha di bidang pariwisata di Kabupaten Karawang. Tapi ia mengingatkan pengusaha untuk lebih dulu menyelesaikan urusan prosedural mengenai segala aturan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Deadlock, Anggota Dewan dan Dinas Menolak Nota Kesepakatan

Sebelum audiensi ditutup oleh ketua Komisi III, pihak Boemi Putra menginginkan adanya kesepakatan antara mereka dan Komisi III. Pada saat kawan-kawan Boemi Putra selesai mengatakan permintaannya, Endang meminta untuk berdiskusi antara Komisi III dan anggota dinas lainnya yang hadir. Tak lama, muncul penolakan penandatanganan dari perwakilan DLHK.

Poin yang ditolak tersebut ialah perihal keterbukaannya izin lingkungan. Hal itu terjadi karena dokumen lingkungan dari pengusaha tersebut belum diajukan ke DLHK, dan poin tersebut sebetulnya pasti akan dilakukan oleh DLHK saat sidang dokumen lingkungan berlangsung.

Perselisihan antara Boemi Poetra dengan para pejabat pemerintahan ini kemudian membuat Boemi Poetra kecewa dan merasa sakit hati hingga memutuskan untuk mundur dari audiensi. Setelah itu para peserta audiensi bubar, para Dewan Komisi III melakukan foto bersama di area pembangunan wisata glamping dan tak lama meninggalkan lokasi dengan diantar langsung oleh Saepul Riki. (Tim redaksi Kopipagi.id)

 

 

Redaksi

Redaksi

Artikel Terkait

KONI Karawang Target Masuk 10 Besar di Porprov Jabar 2022
Telisik

KONI Karawang Target Masuk 10 Besar di Porprov Jabar 2022

18 Mei 2022
Disparbud Karawang Curhat Anggaran Pemeliharaan Kampung Budaya Ditolak Dewan
Telisik

Disparbud Karawang Curhat Anggaran Pemeliharaan Kampung Budaya Ditolak Dewan

17 Mei 2022
Elf Lindas Pemotor di Tamelang, 7 Meninggal, 10 Luka
Telisik

Elf Lindas Pemotor di Tamelang, 7 Meninggal, 10 Luka

15 Mei 2022

Komentar

TERPOPULER

  • Satu Meninggal, Begini Kronologi Bentrok LSM di Karawang

    Satu Meninggal, Begini Kronologi Bentrok LSM di Karawang

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Polisi Ungkap Lima Tersangka Bentrok LSM, Tentara: Jangan Coba-coba Ganggu Keamanan

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Pengusaha Nasi Padang Gor Panatayuda Dibunuh Istri Pakai Jasa Pembunuh Bayaran

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Guru SD di Karawang Kulon Keguguran Diduga Karena Kekerasan Fisik dari Orangtua Murid

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Dua Anggota Ormas Diserang Orang tak Dikenal di Alun-alun, Satu Meninggal, Satu Kritis

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Tentang Kopipagi.ID
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Iklan & Kerjasama
  • Karir

© 2021 kopipagi.id. All rights reserved

Tidak ditemukan
Lihat semua hasil
  • Beranda
  • Iklan dan Kerjasama
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi Kopi Pagi
  • Telisik

© 2021 kopipagi.id. All rights reserved

Jangan ditiru