KopiPagi.ID
  • Telisik
  • Tajuk Rencana
  • Tulisan Pembaca
  • Opini
  • Cerpen
  • Podcast
  • Telisik
  • Tajuk Rencana
  • Tulisan Pembaca
  • Opini
  • Cerpen
  • Podcast
Tidak ditemukan
Lihat semua hasil
KopiPagi.ID
Beranda Telisik

3 Hari: Warga Cemara Jaya Merayakan Kemerdekaan di Tengah Abrasi, Mati Listrik, dan Sulit Air (bag. 1)

Redaksi oleh Redaksi
22 Agustus 2021
A A
3 Hari: Warga Cemara Jaya Merayakan Kemerdekaan di Tengah Abrasi, Mati Listrik, dan Sulit Air (bag. 1)

Satu dari empat tiang listrik yang ambruk disapu angin saat abrasi melanda.

Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

132 jiwa harus menyambut dan merayakan hari lahir Indonesia di tengah teror. Selama tiga hari, ratusan orang sulit tidur. Banjir rob setinggi lutut orang dewasa merendam rumah dari sore sampai jam satu malam. Mereka baru bisa tidur setelah genangan air surut. Belum cukup, ombak dan angin kencang mengamuk merobohkan empat tiang listrik. Api memercik sepersekian detik sebelum tiang menghantam bangunan rumah warga, lalu mati listrik selama tiga hari. Selama tiga hari, warga juga kesulitan air bersih.

Kondisi terkini rumah yang terdampak abrasi.

Abrasi yang terjadi pada 16, 17, dan 18 Agustus merendam 58 rumah. Rinciannya: 25 rumah rusak berat, 22 rusak ringan, dan 11 rumah rusak sedang.

Desa Cemara Jaya, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang seperti berada di dunia lain. Ketika Pilpres membelah bangsa ini jadi dua, pro Jokowi kontra Prabowo dan Pro Prabowo dan kontra Jokowi, Cemara Jaya tetap utuh. Padahal secara kultur, masyarakat Cemara Jaya paling memenuhi syarat untuk dipecah belah. Ada begitu banyak warga keturunan Tionghoa yang hidup berdampingan dengan masyarakat pribumi. Cemara Jaya memiliki tiga gereja, tiga masjid, dan satu wihara. Itu berarti dalam satu desa terdapat tiga pemeluk agama berbeda yang jumlahnya sama besar: Kristen, Islam, dan Buddha.

Pun ketika isu agama mengaduk-aduk Rengasdengklok pada 1998, kemudian membesar jadi konflik horizontal di jalan Tuparev Karawang kota, sementara di Jakarta, isu kesukuan melahirkan insiden Mei 1998. Masyarakat Cemara Jaya tetap bersatu.

Baca Juga

KONI Karawang Target Masuk 10 Besar di Porprov Jabar 2022

Disparbud Karawang Curhat Anggaran Pemeliharaan Kampung Budaya Ditolak Dewan

Elf Lindas Pemotor di Tamelang, 7 Meninggal, 10 Luka

Polisi Dalami Kemungkinan Korban Dibunuh dalam Kasus Bocah S

“Konflik di Rengasdengklok membesar ke mana-mana. Ada provokator yang sempat mendatangi masjid di Cemara Jaya, namun masyarakat tidak terpengaruh. Umat muslim di Cemara Jaya bahkan kompak bilang, “kalau begitu kita jaga masyarakat non muslim di Cemara Jaya”. Akhirnya sampai konflik selesai, kami tetap bersatu,” kata tokoh masyarakat setempat Senglim (71).

Senglim adalah warga keturunan Tionghoa. Salah satu anaknya saat ini menjabat sebagai Kepala Desa Cemara Jaya. Ia tidak bisa memastikan kapan pertama kali warga asli Tionghoa kawin, beranak, dan berbahagia di Cemara Jaya. Dokumen paling tua yang ia miliki adalah sertifikat tanah milik buyutnya. Di tanah itu buyutnya dimakamkan. Sertifikat tersebut dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1920-an, jauh sebelum Indonesia merdeka. Bila dihitung dari buyutnya, garis darah Senglim berjumlah enam keturunan. Buyutnya, kakek-neneknya, ibu-bapaknya, Senglim, anaknya, cucunya.

Kisah muasal etnis Tionghoa hanya cerita yang dituturkan turun temurun. Dalam cerita itu, nenek moyang Senglim adalah “Manusia Perahu”. Berasal dari pulau-pulau jauh di luar Jawa. Beberapa perahu sampai di ujung paling Utara Karawang. Mereka babat alas, membuka hutan, dan rawa-rawa lalu berasimilasi dengan warga setempat.

Senglim beragama Buddha mengikuti ayahnya. Garis Tionghoa mengalir dari darah ayahnya. Sementara ibunya memeluk agama Islam. Dari ibunya mengalir darah Sunda. Pernikahan lintas agama jadi hal biasa di Cemara Jaya. Sebiasa angin bertiup membawa ombak menjilat bibir pantai.

Di tempat lain, pernikahan beda agama tidak pernah mudah. Selalu ada hambatan, terutama dari keluarga besar. Namun di Cemara Jaya, hambatan itu tidak berlaku.

“Setiap ada mempelai yang agamanya berbeda, mereka diminta memilih, apakah mau ikut agama suaminya, atau istrinya. Keluarga masing-masing mempelai tidak pernah mempermasalahkan pilihan para mempelai. Tradisi pernikahan pun cukup dilakukan sekali sesuai tradisi agama yang dipilih. Ikatan keluarga tidak putus hanya gara-gara pilihan pindah agama,” kata Senglim.

Rumah bagi masyarakat Cemara Jaya bukan hanya tempat pulang, tinggal, dan beristirahat. Rumah bagi mereka adalah tempat berbagi dan mencari penghidupan. Tidak terbatas sampai beranda, namun memanjang dan merengkuh melewati batas-batas jalan. Rumah adalah kehidupan sosial dan tempat mencari nafkah.

Namun apa-apa yang disebut rumah tersebut terancam bubar gara-gara abrasi. Mereka bisa menyiasati perbedaan sama baiknya dengan menyiasati arah angin kala musim melaut tiba. Tapi tidak dengan alam.

Abrasi di Cemara Jaya telah merampas lahan sepanjang satu kilometer dari bibir pantai. Seingat Senglim, dulu pernah ada satu pos peninggalan Belanda. Pos itu berdiri di bibir pantai. Saat ini, pos yang dimaksud Senglim telah berada di tengah laut. Masa kecilnya dulu, ia sering bermain sepakbola di bibir pantai. Kini, lapangan tempatnya menghabiskan masa kecil sudah terendam air laut.

Abrasi terjadi selama tiga hari saat warga harusnya merayakan kemerdekaan.

Sejak 2010 lalu, abrasi makin parah mengikis bibir pantai dan menempatkan para korban pada dua pilihan: pertama, bertahan dalam bayang-bayang abrasi. Kedua, pindah ke lahan seluas tiga hektare yang disiapkan pemerintah. Memilih opsi kedua berarti meninggalkan lingkungan dan kultur yang selama ini ditinggali puluhan tahun, sekaligus terancam kehilangan mata pencaharian.

 

Rumah yang Disiapkan Pemerintah

Pemkab Karawang melalui Dinas PRKP (Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman) Karawang membeli lahan seluas tiga hektare di area bekas tambak. Lahan itu disiapkan untuk merelokasi warga Cemara Jaya yang terdampak abrasi. Lokasi relokasi berada di dusun Sekom Desa Cemara Jaya, jaraknya sekitar satu kilometer dari lokasi abrasi.

Lokasi relokasi. Ada 40 rumah yang disiapkan pemerintah untuk warga terdampak.

Klaim pemerintah, 90 persen warga yang terdampak abrasi mau direlokasi. Klaim pemerintah boleh saja benar, namun, saat redaksi menghampiri lahan relokasi, hanya ada 40 rumah di sana. Itu pun kondisinya tidak siap huni. 40 rumah tersebut tersusun lima baris, masing-masing delapan rumah.

Rumah dengan satu ruang tamu, satu kamar, dan satu kamar mandi tersebut masih belum dialiri air PDAM. Bahkan instalasi listrik baru saja selesai dipasang. Hanafi, Ketua RT setempat yang kami temui di pos ronda dekat lokasi relokasi menuturkan, pembangunan baru selesai enam bulan lalu. Padahal, abrasi sudah terjadi sejak 2010 (beberapa sumber menyebut 2005).

Hanafi menuturkan, dari tiga hektare lahan yang dibeli, dua hektare masih berbentuk tambak. “Satu hektare sudah jadi bangunan, ini mau penambahan lagi,” katanya.

Terpisah, Kepala Desa Cemara Jaya Rudi Candia menuturkan, ada 299 kepala keluarga yang terdampak abrasi. Ia sudah meminta PRKP Karawang untuk mengecat ulang tembok, melakukan perbaikan dan pemeliharaan sebelum diserahterimakan ke warga terdampak.

“Pintu-pintu jebol, genting pada lepas, kayu-kayunya pada keropos,” kata Rudi.

Redaksi memeriksa ulang keterangan Rudi. Dari pantauan redaksi, pintu pada 40 rumah relokasi kondisinya terlihat baik. Beberapa genting tampak merosot pada satu dua rumah. Tembok-tembok rumah jadi sasaran tangan jahil. Redaksi menemukan banyak sekali coretan.

Kondisi terkini rumah relokasi. Genting luruh, tembok kotor, air bersih tidak ada.

Rudi mengatakan, kementerian terkait pernah menegur PRKP Karawang gara-gara lambatnya pembangunan rumah relokasi. Serah terima yang harusnya dijadwalkan pada pertengahan tahun molor sampai sekarang.

“Sekarang seharusnya (tambak) sudah diaruk untuk membangun 30 rumah lagi. 30 rumah lagi harus sudah dibangun lagi, tapi yang ini (40 rumah) saja belum diresmikan,” katanya.

Rudi tidak memastikan para korban relokasi tidak akan kehilangan mata pencaharian. Karena jarak antara rumah lama dengan lokasi relokasi tidak jauh.

Info terakhir yang didapat Rudi, relokasi sampai saat ini belum siap lantaran listrik dan air PDAM belum terpasang.

“Imbauan saya untuk masyarakat yang terdampak, harap bersabar. Saya dari pemerintah desa akan mengajukan bantuan ke pemerintah daerah agar dapat bantuan memperbaiki rumah,” kata Rudi.

Melalui telepon, Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Karawang Yasin Nasrudin menuturkan, tidak ada korban jiwa dalam banjir rob dan abrasi yang terjadi selama tiga hari berturut-turut dari Senin (16/8) sampai Rabu (18/8).

Soal relokasi, pemerintah sudah menyiapkan 40 dari 100 rumah yang direncanakan. “Nanti dari PRKP lapor ke ibu bupati untuk diluncurkan. Rumahnya sudah jadi, tanahnya sudah lama (dibeli pemerintah). Tapi listrik terlambat pasang, baru terpasang mulai hari kemarin. Rumah dan genting ada yang rusak, tapi sudah diperbaiki,” tutupnya.

 

Baca juga seri liputan abrasi lainnya:

Warga Cemara Jaya Menabur Biji di Atas Batu: Lenyap dalam 3 Hari (bag. 2)

Yang Terempas dan yang Putus oleh Abrasi (bag. 3)

Redaksi

Redaksi

Artikel Terkait

KONI Karawang Target Masuk 10 Besar di Porprov Jabar 2022
Telisik

KONI Karawang Target Masuk 10 Besar di Porprov Jabar 2022

18 Mei 2022
Disparbud Karawang Curhat Anggaran Pemeliharaan Kampung Budaya Ditolak Dewan
Telisik

Disparbud Karawang Curhat Anggaran Pemeliharaan Kampung Budaya Ditolak Dewan

17 Mei 2022
Elf Lindas Pemotor di Tamelang, 7 Meninggal, 10 Luka
Telisik

Elf Lindas Pemotor di Tamelang, 7 Meninggal, 10 Luka

15 Mei 2022

Komentar

TERPOPULER

  • Satu Meninggal, Begini Kronologi Bentrok LSM di Karawang

    Satu Meninggal, Begini Kronologi Bentrok LSM di Karawang

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Polisi Ungkap Lima Tersangka Bentrok LSM, Tentara: Jangan Coba-coba Ganggu Keamanan

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Pengusaha Nasi Padang Gor Panatayuda Dibunuh Istri Pakai Jasa Pembunuh Bayaran

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Guru SD di Karawang Kulon Keguguran Diduga Karena Kekerasan Fisik dari Orangtua Murid

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Dua Anggota Ormas Diserang Orang tak Dikenal di Alun-alun, Satu Meninggal, Satu Kritis

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Tentang Kopipagi.ID
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Iklan & Kerjasama
  • Karir

© 2021 kopipagi.id. All rights reserved

Tidak ditemukan
Lihat semua hasil
  • Beranda
  • Iklan dan Kerjasama
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi Kopi Pagi
  • Telisik

© 2021 kopipagi.id. All rights reserved

Jangan ditiru