Proyek pembuatan pagar RSUD Karawang membuat lapak 16 pedagang kaki lima tergusur. Sudah hampir satu minggu, mereka tidak berjualan. Kamis (3/2), pedagang dan ojek melakukan protes ke manajemen RSUD. Mereka minta difasilitasi tempat berdagang dan mangkal.
Pedagang mi ayam, Soleh Baharudin menuturkan, sebelum tergusur mereka memang mendapat surat peringatan dari Satpol PP Karawang dan RSUD Karawang. Namun sampai penertiban dilakukan, Satpol PP dan RSUD tidak memberi tempat relokasi untuk para pedagang.
“Sudah satu minggu menunggu tanpa kejelasan tempat baru untuk berjualan. Kemarin baru jualan lagi, cuma ya begitu, pemasukan yang biasanya Rp 200 ribu per hari kini hanya Rp 60 ribu per hari,” curhat Soleh.
Sebetulnya manajemen RSUD sudah memberikan akses bagi pedagang untuk berjualan di kantin bagian belakang rumah sakit. Tempat tersebut memang masih dalam wilayah RSUD, namun pedagang masih kebingungan untuk berjualan di sana. Sebab sampai sekarang, akses mereka untuk berdagang di sana masih belum terbuka, ditambah tempat tersebut merupakan milik pribadi bukan milik RSUD, sehingga pedagang perlu membayar sewa untuk berjualan di sana.
Humas RSUD Karawang, Andi Sundayani menuturkan, akses pedagang untuk berjualan di dalam kantin sebetulnya sudah diurus oleh pihak desa setempat.
“Kalau dari kita sebetulnya sudah memberikan akses, kemarin pihak Bumdes dipertemukan oleh kepala desa untuk menyampaikan kesepakatan. Cuma mungkin dalam proses, mereka masih perlu waktu,” jelas Andi.
Andi juga membenarkan bahwa kedatangan pedagang dan ojek ke RSUD untuk mempertanyakan kejelasan mereka agar bisa kembali berdagang. Sementara pihak RSUD hanya bisa membuka akses jalan agar tidak tertutup, sehingga pedagang bisa leluasa untuk berjualan di kantin. “Kita tetap menerima dan mengakomodir apa yang mereka sampaikan, apa yang mereka keluhkan, kita cari titik temu, bagaimana permasalahn ini bisa diatasi bersama,” ujar Andi.
Meski begitu, Soleh tetap bersikukuh untuk mendapatkan haknya agar kembali bisa berdagang. Ia menjelaskan meski pihak RSUD dan desa sudah memberikan tempat, namun tempat tersebut masih belum bisa dipakai, sebab kedua pihak masih belum bisa memberikan kejelasan terkait kepastian pedagang bisa berjualan di sana. “Sudah ada, di tempat kantin belakang, itu kan milik pribadi bukan milik rumah sakit, cuma posisinya saja yang ada di sana, itu mah hak milik pribadi, jadi masih kontroversi sama kantin,” ujar Soleh.
Menurut Andi memang pedagang yang berjualan di depan gerbang RSUD menyalahi aturan, sebab tidak boleh ada bangunan liar di sana atau pun pedagang kaki lima yang berjualan di tempat tersebut. “Menurut Satpol PP berdasarkan Perda nomor 4 tahun 2015 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima itu tidak boleh,” lanjut Andi.
Memang sebetulnya Soleh sebagai pedagang tidak menjadi soal jika harus pindah ke kantin belakang, hanya saja sampai saat ini ia tidak mendapatkan kejelasan. Selain itu, ia juga mengharapkan bahwa pihak RSUD tidak hanya sampai pada memberi akses tapi bersama-sama dengan desa untuk mengurus semua agenda relokasi. Sehingga ia dan pedagang yang lainnya bisa kembali berdagang seperti semula.
“Cuma pengen ada kejelasan, saya akan tetap berjualan, sambil menunggu kejelasan, saya dan rekan-rekan pedagang lainnya bersepakat untuk tetap berjualan di sini,” pungkas Soleh.
Komentar