Banyak yang mengira puisi Krawang-Bekasi (ditulis sesuai ejaan dalam buku “Aku Ini Binatang Jalang” terbitan Gramedia Pustaka Utama tahun 2014) menggambarkan Karawang secara utuh. Perkiraan itu keliru dan benar sekaligus.
Karawang dalam puisi itu tidak disebut sebagai letak geografis. Karawang dalam Krawang-Bekasi mewakili sebuah peristiwa berdarah. Ia tidak menggambarkan kultur dan kondisi masyarakat Kabupaten Karawang. Ia “hanya” menggambarkan kengerian pembunuhan massal yang kebetulan terjadi di Karawang.
Puisi Krawang-Bekasi dibuat di tahun 1948. Tahun di mana Chairil sudah memboyong istri dan anaknya ke Jakarta. Tidak ditulis di Karawang.
Ada satu puisi yang kemungkinan ditulis di Karawang dan bisa jadi menggambarkan karakter masyarakat Karawang. Judulnya: “Malam (Thermopylae)”.
Pada tahun 1945, Chairil menulis Malam (Thermopylae). Kuat dugaan, puisi ini ditulis Chairil ketika bolak-balik Jakarta Karawang. Mencekamnya peperangan yang terjadi di Jakarta dan Karawang mengingatkan Chairil pada peristiwa pertempuran Thermopylae. Perang tiga hari tanpa henti antara Yunani dan Persia pada tahun 480 sebelum Masehi.
Mulai kelam
belum buntu malam,
kami masih saja berjaga
-Thermopylae?-
-jagal tidak dikenal?-
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam
hilang…
Di dunia modern, peperangan Yunani yang dipimpin Leonidas melawan Persia diabadikan dalam film berjudul “300”. 100 ribu (sumber lain mengatakan 150 ribu) pasukan Persia di bawah komando Kaisar Xerxes berniat mengepung Yunani. Di Thermopylae, celah pesisir sempit menuju Yunani, pasukan Persia dihadang tujuh ribu tentara Yunani. 300 di antaranya adalah orang Sparta. Selama tujuh hari, Yunani mampu menahan gempuran Persia meski kalah jumlah. Bila pengkhianatan warga lokal bernama Ephialtes tidak dihitung, bisa jadi pasukan Persia bakal balik kanan membawa kekalahan.
Melalui sajak Malam, Chairil membandingkan tentara rakyat di Karawang dengan pasukan Yunani. Dalam bayangan Chairil, orang Karawang dan orang Yunani sama-sama tahan gempuran, sama-sama nekat, sama-sama punya prinsip “yang penting pukul dulu, kalah menang urusan belakangan”.
Barangkali memang begitu. Untuk urusan melawan, warga Karawang jagonya. Tidak peduli sebanyak dan sekuat apa lawan, warga Karawang akan terus maju. Orang Karawang itu heuras genggerong. Selalu tidak mau kalah.
Kultur masyarakat Karawang diwakili oleh sajak Malam yang ditulis Chairil Anwar, bukan oleh Krawang-Bekasi.
Sebagai masyarakat yang jago melawan, tentu ada banyak sekali nama-nama jagoan. Bupati Karawang pertama, Adipati Singaperbangsa, adalah salah satunya. Sampai sekarang, nama Singaperbangsa lekat dengan kesaktian, wibawa, dan kekuatan. Boleh jadi Adipati Singaperbangsa ada dalam urutan pertama daftar para jagoan Karawang. Daftar terus memanjang diisi nama-nama besar. Sampai sekarang.
Dalam seri jawara, redaksi Kopipagi.id akan menemui beberapa nama-nama dalam daftar tersebut. Para jagoan itu bisa saja seorang kriminal, atau orang baik-baik. Kami akan tulis riwayatnya agar kita bisa membacanya secara jernih. Kami percaya seorang penjahat tidak dilahirkan dengan sifat jahat. Selalu ada cerita di balik perbuatan jahat para jagoan, kami akan menuliskannya untuk anda.
Komentar