Beberapa hari ke belakang, grup WhatsApp kantor saya tiba-tiba ramai. Pusat keramaian berasal dari kiriman tautan status Facebook milik Tere Liye, penulis andalan Gramedia favorit kita semua. Penulis Negeri para Bedebah ini mengkritik jembatan 10 miliar yang rusak padahal baru saja diresmikan.
Membaca status itu, hati saya seperti disayat sembilu. Seperti selembar daun yang jatuh diterbangkan angin, saya tidak melawan, ikhlas saja membiarkan diri ini terombang-ambing angin. Terasa ada yang kosong dalam dada saya. Betapa tidak, baru kali ini saya setuju dengan pernyataan kakanda Tere Liye di Facebook miliknya.
Sebagai orang Karawang—lokasi jembatan 10 miliar yang rusak—saya merasa terpanggil oleh unggahan kakanda Tere Liye. Panggilan suci untuk ikut misuh-misuh bersama kakanda Tere Liye.
Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana pada Rabu 29 Desember 2021 lalu meresmikan jembatan yang menghubungkan Kecamatan Rawamerta dengan Kecamatan Karawang Barat. Informasi di media massa, pembangunan jembatan selebar 7 meter dengan panjang 43,50 meter ini menelan biaya Rp 10 miliar lebih.
Pada Sabtu 15 Januari 2022, alias belum genap satu bulan dari tanggal peresmian, pondasi jembatan tersebut ambles. Buntutnya, timbul retakan besar sepanjang kurang lebih lima meter di bagian jembatan. Tentu ini sangat membahayakan pengguna jalan. Pemerintah lalu membuat langkah paling brilian dengan menutup jalan agar tidak ada pengendara yang melintas.
Namun bukannya nurut, meski sudah dipasangi rambu dilarang melintas dan sudah dipasangi pembatas, tetap saja ada yang nekat melintasi jembatan yang dikenal dengan nama Jembatan Kepuh ini. Sebagian dari kami memang paling juara kalau urusan buang-buang nyawa.
Saya penasaran, sebetulnya apa yang membuat pondasi jembatan ambles. Di media, Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) Karawang menyebutkan faktor alam sebagai penyebab utama. Katanya, curah hujan tinggi mengakibatkan kenaikan debit air di kali KW 6 yang kemudian mengikis tanah di bagian bawah jembatan.
Soal ini, pemerintah Kabupaten Karawang mestinya belajar dari Konoha di serial Naruto. Bayangkan, jurus Suiton milik seorang ninja legendaris Zabuza Momochi gagal meruntuhkan jembatan setengah jadi di kawasan Negara Gelombang. Padahal, Zabuza adalah pemilik satu dari tujuh pedang legendaris Kirigakure. Sudah berchapter-chapter dan berepisode-episode, jembatan itu tetap tidak goyah.
Saya tidak punya kapasitas mengukur lebih kuat mana arus debit air di kali KW 6 dengan teknik naga air milik Zabuza. Yang jelas, niat jahat Zabuza digagalkan oleh tiga anak polos di tim 7 yang rela berkorban. Padahal sejak awal, Tazuna—yang merekrut mereka di misi berbahaya ini—bilang tidak punya uang. Hikmah ceritanya adalah kita memang perlu seseorang yang tidak hitung-hitungan saat membuat jembatan. Dari tim 7 kita belajar bahwa untuk membuat jembatan jangan mengeluarkan sedikit namun mengantongi yang banyak. Kalau bisa sih, keluarkan semua uangnya sesuai spesifikasi, pilih bahan yang berkualitas, dan pekerjakan para ahli. Trio Naruto-Sasuke-Sasura tidak terima setoran sepeser pun lho dari pembangunan jembatan. Tepuk tangan buat mereka.
Di serial Naruto, kita juga diperlihatkan aksi heroik di jembatan Kannabi. Kannabi merupakan akses distribusi logistik milik desa Iwagakure. Si kilat kuning Namikaze Minato dan tiga muridnya diberi misi merusak jembatan Kannabi.
Tahu apa yang mereka tukar demi memuluskan misi ini? Mata milik Obito. Minato sampai harus solo melawan ratusan Shinobi demi misi ini. Dari sini kita belajar betapa kokohnya jembatan di serial Naruto. Betapa perlu pengorbanan ekstra demi merusak jembatan. Jembatan di dunia Naruto tidak bisa rusak begitu saja hanya gara-gara air hujan.
Keberadaan jembatan 10 miliar sudah diharapkan sejak lama oleh masyarakat. Sebelum ada jembatan, masyarakat harus rela berdesak-desakan di atas kendaraan melewati jembatan kecil yang cuma muat untuk satu mobil. Tiap pagi dan sore selalu macet. Kini, warga kembali lagi mengantre. Mereka harus menunggu selama kurang lebih lima bulan sampai jembatan selesai diperbaiki.
*
Pimpinan Redaksi kopipagi.id
Komentar