Bagai ombak, suara dari gerakan sahabat, teman, kolega, dan keluarga para calon bupati dan wakil bupati di kontestasi Pilkada tahun 2024 ini sudah mulai atau bisa dirasakan gemuruhnya di telinga. Walau, seperti selengkap-lengkapnya peribahasa yang kini jadi pembuka, “Ombaknya kedengaran, pasirnya tidak kelihatan”, pasir pantainya atau ungkapan kesiapan para calon yang akan berkontestasi ini belum nampak atau terucapkan.
Di suatu siang, di Kala Senja Kopi, kami, KopiPagi bersama dengan Bambang Maryono bicara-bicara singkat soal kabar angin alias obrolan selintingan soal kontestasi Pilkada tahun 2024 Kabupaten Karawang.
Beliau ini, Bambang Maryono, entah jadi pendengar juga atau tidak, di ruang itu kami sama-sama mendengarkan lagu “Konservatif” punyanya The Adams dan “Matraman” milik The Upstairs yang diputar oleh sang pramukopi. Wah, begitu anak muda dan lain, batin saya. Tiba-tiba saya ingin ke sana dengan pacar saya lain waktu hanya karena musik. Tempat yang menarik pokoknya.

Sayangnya, sebab saya ini buta, belum banyak makan garam juga cara menulis persoalan begini. Jadi seadanya dan semampunya saja saya bermain kata, biar dikata KopiPagi ini corak penulisannya keren dan beda dengan yang “begitu-begitu melulu” tetap saja kami ini ada payahnya juga. Tapi payahnya pun begini, tulisannya masih keren hehe.
Nah pokoknya Bambang Maryono ini ringan saja bicara dengan orang asing macam saya, yang jelas-jelas saya ini jauh dari apa yang kami bicarakan, kalau boleh jujur sebetulnya saya selalu golput hehe. Tapi Pilkada tahun 2024 ini memang perlu dipastikan, sebab Ketua KPU RI Ilham Saputra sudah mengumumkan rencana persiapan dan tahapan pemilu serentak pada 2024 mendatang.
Maka, itu artinya, seperti yang Bambang Maryono jelaskan, “Sangat bisa dipastikan Pilkada itu dilaksanakan pada 2024, nah kalau kita hitung mundur 25 bulan, awal tahun 2022 ini sudah mulai tahapan untuk Pilkada. Persoalan siapa calonnya ini bisa kita lihat nanti, seperti apa kira-kira perkembangannya setahun ke depan nanti.”
Apa untungnya meradar para pesilat politik batin saya, tapi hazelnut latte Kala Senja Kopi dan pembacaan Bambang Maryono ini menolong saya memahami perangai kandidat besar kontestasi politik nanti. Hematnya kopi yang saya pesan ini rasanya jadi tetap enak.
“Si ‘A’ misalnya”, katanya sambil menerangkan, “Punya posisi strategis, bisa Sekretaris Daerah, Wakil Bupati, Kepala Dinas, atau apa misalnya, nah orang-orang yang dekat dengan si ‘A’ mulai mempromosikan, mendorong ke publik semua yang dikerjakan si ‘A’. Nah hal-hal begitu bisa dibaca dengan mudah sebagai persiapan kontestasi politik.”
Setelahnya, biar singkat saja, muncul nama Haji Aep Syaepuloh dan Haji Acep Jamhuri dalam obrolan kami. Sebab selain keduanya kini jadi dua arus utama di khalayak luas mengenai gerbong pilkada, toh memang keduanya sama-sama punya posisi strategis. Sama-sama punya kuasa dan jaringan yang kuat. Sama-sama kandidat kuat, pikir saya begitu. Kalau saja keduanya bergabung, mungkin menang, kira-kira begitu saja cara saya mengira-ngira.
Sekali lagi, pembaca KopiPagi tercinta, biarlah saya jujur dalam menulis, Bambang Maryono juga menyoroti Haji Ahmad “Jimmy” Zamakhsyari, mantan Wakil Bupati Karawang, dan Hajah Gina Swara, Anggota DPRD Provinsi. Wah, banyak sekali bu haji dan pak haji dalam kontestasi kali ini.
Persoalan peluang kandidat untuk menang, penutur jalan peta politik saya ini mengatakan semua itu relatif dan biasa dalam dunia silat begini. Beberapa hal lain yang bisa digunakan untuk berkaca ialah, misalnya titik berat pemilih di Kabupaten Karawang yang didominasi oleh anak muda dengan rentang usia 20 sampai 30.
Singkatnya, para kontestan harus memenangkan suara dari 392.266 pemilih muda. Kira-kira begitu apa yang saya pahami dari jawaban Bambang Maryono. “Besar kemungkinan yang menentukan suara pemilih muda itu siapa berpasangan dengan siapa. Salah satu di pasangan calon itu usianya kalau tidak terlalu begitu jauh dengan pemilih terbanyak tadi, pasti jadi salah satu penilaian calon pemilih.”
Meski pasir di pantainya belum tampak, entah putih, entah hitam, semuanya masih bias, tapi biarlah saya berandai-andai sebentar. Setidaknya baik yang tadi dan ini mungkin masih jauh dikatakan catatan kecil, tapi beginilah kira-kira. Obrolan saya dengan tokoh politik yang menolong saya menulis ini, Bambang Maryono, rasanya masih kurang panjang, tapi saya juga takut keblinger.
Tapi biarlah, seandainya barangkali baik sahabat, teman, kolega, dan keluarga para calon membaca, begini kira-kira catatan saya hehe.
Kalau betulan Haji Aep berkeinginan maju dalam kontestasi pilkada 2024, maka waktu dua tahun yang akan datang ini harus dipastikan bahwa ia bukan sekadar menutupi kekurangan Bupati Cellica Nurrachadiana belaka. Selain perlu loyal kepada atasan, Haji Aep juga harus bisa mengambil posisi dan porsi yang tepat.
Kira-kira publik atau saya juga boleh, harus sampai merasa, “Wah Haji Aep, Wakil Bupati kita yang tercinta ini layak nih jadi Bupati.” Kira-kira begitu. Ayo dong Pak Haji, ayo keluar dari bayang-bayang Bupati.
Sementara jika Pak Sekda, Acep Jamhuri ikut maju dalam kontestasi politik, rasanya sih mirip dengan tadi, dua tahun yang akan tiba perlu dimaksimalkan. Kan muara ASN ini ada di Pak Sekda, selain perlu piawai membaca celah panggung politik. Pengalaman Pak Sekda ini kan bukan sembarangan, bukan kaleng-kaleng kalau anak generasi saya bilang.
Pak Sekda memahami betul persoalan birokrasi, tidak perlu belajar lagi juga persoalan politik. Pak Sekda sudah mulai dari dulu, sejak menjadi kepala desa, menjadi camat, pengalamannya sudah bukan segudang lagi, mungkin satu rumah besar. Jalannya hanya tinggal dipoles sedikit untuk menang, kira-kira sih rasanya begitu kalau kata saya.
Sementara Teh Gina Swara, seperti kata Bambang Maryono, ternyata sudah malang melintang di persilatan politik, sampai dua periode. Terkejut saya. “Suara pribadinya besar, diakui atau tidak pun, Teh Gina punya garis keturunan Bupati. Kedua orangtua Gina ini kan punya loyalis dan jaringan, mungkin mereka ini masih berharap keluarga ini kembali memimpin Karawang.”
Lain dengan Kang Jimmy, saya dengar kisah-kisah sang Eks Wakil Bupati ini agak lebih menakjubkan. “Tidak perlu banyak saya ulas, dia mantan wakil bupati, mantan calon bupati juga, secara politik sudah jelas dan matang. Persoalannya tinggal memastikan apakah PKB akan mengusungnya atau diusung partai lain. Tinggal kita lihat perangainya menggerakkan mesin politik, sebab hampir semuanya bergantung pada cost politik.”
Terkahir, empat poros yang kuat ini juga perlu kita lihat posisinya manakala 2022 tiba, Bambang Maryono menjelaskan, setahun setelahnya orang-orang pasti sudah akan melihat jelas calon-calon ini keberpihakannya ke partai mana. Partai apa yang akan mendukung, atau tidak mendukung di kontestasi nanti. Sebab sebelum Pilkada, Pileg juga besar pengaruhnya pada partai pendukung calon pesilat politik.
Komentar