KopiPagi.ID
  • Telisik
  • Tajuk Rencana
  • Tulisan Pembaca
  • Opini
  • Cerpen
  • Podcast
  • Telisik
  • Tajuk Rencana
  • Tulisan Pembaca
  • Opini
  • Cerpen
  • Podcast
Tidak ditemukan
Lihat semua hasil
KopiPagi.ID
Beranda Cerpen

Membangun Menara di Puncak Gunung

Redaksi oleh Redaksi
6 September 2021
A A
Membangun Menara di Puncak Gunung
Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

Katanya, kata pekerja yang selamat, ayah sebetulnya tak mengindahkan pembangunan menara di puncak gunung, tapi ia tak pernah punya pilihan banyak untuk mencari uang sebagai buruh serabutan. Ibu masih bersedih, bahkan sampai tak bicara berbulan-bulan. Aku kesulitan dan bingung harus apa kali ini. Jasad ayah tak ditemukan, tapi ibu masih mengira ayah hidup dan menantinya siang malam.

Aku hanya merasa subuh itu adalah hari yang paling mengerikan bagi siapapun yang tinggal di tepi gunung. Tubuh ayah, rekan-rekan ayah, tetangga-tetanggaku, semuanya hampir tertimbun tanah. Hanya tersisa gapura selamat datang desa, aku, ibu, dan beberapa orang paling beruntung di bumi Kerajaan Beling.

Subuh itu aku menemani ibu meninggalkan rumah untuk berdagang di pasar. Tak ada firasat apapun, tak satu pun dari kami mengira ini bisa terjadi, tak pernah juga kami bayangkan akan dihadapkan dengan takdir kesedihan seberat ini.

Aku mungkin sudah setengah gila untuk menulis surat ini, tapi cuma ini yang bisa kulakukan untuk bicara dengan ibu. Sungguhpun jika cerita ini tidak dibacanya sama sekali dan berakhir di tanganmu, tidak apa-apa untuk membacanya. Kamu juga boleh menyebarkan cerita ini agar publik dapat melihat peristiwa sebenarnya. Sebab kini sosok dari malapetaka ini digosipkan mengendalikan banyak sumber informasi untuk mencuci tangan dan mengubah cerita.

Baca Juga

Hari Raya Akan Tiba, Mari Belanja Produk Kita Sendiri

Nama Julukan

Puncak Komedi, Belum Sebulan, Jembatan 10 Miliar Ambles

Nasi Uduk Monyet

Waktu itu kurang lebih ceritanya seperti ini, sebagai inang untuknya, jelas sosok yang disebut Abang Sohandi tahu sang majikan tak begitu bodoh saat mengatakan, “Ayo kita bangun menara di puncak dalam satu malam. Semua ini demi bukti dan cinta, kecintaan saya pada kerajaan dan Ratu.”. Meski di Kerajaan Beling ini segala hal mungkin terjadi, ia malah masih heran dan mengira sang majikan kelewat bodoh bukan kepalang saat menunjuknya sebagai mandor pelaksana lapangan dalam pembangunan menara.

Mula-mula permintaan itu datang manakala Abang Sohandi dan rekan-rekannya tengah bekerja di kebun kopi sore tadi. Tak banyak yang dilakukan saat itu, hanya memetik biji kopi siap panen di atas tanah dua hektar milik sang majikan. Tiba waktu istirahat menjelang, sang majikan ternyata sudah menunggu mereka, tanpa basa-basi, sang majikan mengatakan hal seperti di atas tadi.

Abang Sohandi senang sekali hingga lesunya hilang seketika. Akhirnya tiba saat bagi sang majikan benar-benar unjuk diri melakukan kemampuannya, hal-hal mustahil yang bisa dilakukan manusia biasa. Selama ini, sebagai buruh petik dan penjual kopi di Kerajaan Beling, ia sudah kenyang dengan omongan buruk soal majikan. Dalam waktu dekat ini ia tak harus sakit hati jika ada orang menggosipkan majikannya memiliki dua lubang pantat yang sama-sama bisa mengeluarkan tahi.

Semenjak ditunjuk menjadi mandor pelaksana lapangan pembangunan menara ini, Abang Sohandi punya kendali yang tak kurang mirip-mirip seperti majikannya. Uang, mobil, pakaian bagus, alat komunikasi, dan segala yang melekat di diri sang panutan kini ada padanya. Selama ini padahal ia tak pernah meminta hal yang besar-besar dalam berdoa. Tak pernah sedikit pun ia mengucapkan ingin memiliki banyak anak buah atau tanah berhektar-hektar.

Hanya saja, itu tadi, seperti apa yang disebutkan oleh Abang Sohandi sendiri, ia heran betul dan mengira si majikan bodoh bukan kepalang karena memilihnya. Walaupun sebelumnya, saat masih menjadi buruh petik dan pedagang kopi, satu lubang pantat sebenarnya masih membuatnya sulit mengenyangkan perut, tapi kini jika tumbuh satu yang baru pun rasanya bukan masalah.

Tapi tetap saja, pemilihannya sebagai pelaksana mandor lapangan disebut-sebut membuat ia berpikir ke mana-mana. Sebab ia juga adalah orang bodoh yang tak mengerti cara aman membangun menara di puncak gunung. Seumur hidup ia hanya tahu soal kopi. Itu pun juga di luar pengetahuan cara mengeja kopi yang benar menurut bahasa Kerajaan Beling. Tapi ia tak ambil pusing, bodo amat dengan segala gunjingan. Biar saja, aji mumpung, kira-kira begitu. Walau waktunya tak banyak, pokoknya kini ia bersyukur bisa petantang-petenteng seperti jagoan di puncak gunung menggunakan topi koboi.

Magrib tadi ia mencoba memastikan kekuasaannya dengan menghubungi Markas Pembangunan dan Pariwisata Kerajaan Beling. Tak tanggung-tanggung, ia meminta para jin di tempat itu untuk ikut terlibat dalam pembangunan menara di puncak. Tapi seperti yang telah ia duga sejak awal, tidak akan berhasil jika ia hanya menyebutkan kini ia telah menjadi tangan kanan orang berkuasa. Maka, sekalian ia sebutkan juga nama lengkap sang majikan dengan jelas. “Haji Syariful Rizki, kini saya jadi tangan kanan si bos.”. Tentu para jin itu jadi takut sebab nama sang majikan Abang Sohandi ini punya kata “Haji”, mereka khawatir disuruh ngaji atau dipulangkan ke alam gaib seketika dari jarak jauh.

Sejak saat itu, setelah ia sadar telah menjadi orang besar, ia mulai memerintah manusia untuk membantunya membersihkan lahan di puncak gunung demi bukti dan cinta sang majikan. Tapi tak satu pun di antaranya mengiyakan perintah. Ia kemudian berkaca diri, mengingat-ingat bagaimana sang majikan bisa mendapatkan kesetiaan darinya. Persoalan macam ini, katanya hanya bisa diatasi dengan saisat jitu bahasa uang. Untung ia belajar banyak, meski tidak semuanya kini manusia mau diajak bekerja menggunduli puncak gunug dari pepohonan dan semak belukar. Nah di sini, di bagian ini ayahku, ia jadi salah satu pekerja.

Abang Sohandi hanya bicara upah dan menjanjikan mereka yang membantunya akan dipekerjakan kembali sebagai penjaga maupun pengurus menara sang majikan. Di luar dugaan, ia bahkan terbahak-bahak dalam hati kecilnya, beberapa anggota pecinta lingkungan Kerajaan Beling justru ikut mendukungnya diam-diam dengan dasar keindahan puncak gunung yang diberi menara.

Maka dalam keadaan gelap, setelah isya menjelang, di bawah terang bulan ini para manusia dan jin dari Markas Pembangunan dan Pariwisata Kerajaan Beling saling bantu memenuhi hasrat majikan si Abang Sohandi. Pepohonan, akar pohon yang dalam, bahkan bentuk tanah di puncaknya yang miring sekalipun disulap menjadi sedemikian rupa oleh mereka. Tapi masalah lain muncul, hewan-hewan di gunung itu, dari yang tak pernah diperhitungkan seperti serangga hingga yang keberadaannya hanya didengar dari cerita, harimau beling ada di sana.

Para pekerja dengan sistem kebut semalam ini kaget dan takut, bahkan para jin sekalipun merasa khawatir. Bangsa jin tahu, harimau beling ini bukan semata-mata hewan saja, tapi juga telah menjadi penjaga gunung di Kerajaan Beling. Kalau saja salah satu dari bangsa jin melawannya, bukan hal yang tak mungkin jika kedepannya masalah lebih besar muncul. Akhirnya aduan itu sampai juga di telinga Abang Sohandi, kemudian ia langsung menghubungi Markas Lingkungan dan Keamanan di Kerajaan Beling. Lagi-lagi ia menunjukkan kuasanya yang setara dengan sang majikan, ia melompati kehendak dan kekuasaan sang Ratu empat kali dalam semalam. Tak lama setelah menghubungi dua markas itu ia berteriak, “Aman, semua terkendali, lanjut, bantai saja sekalian. Toh selama ini juga dianggap tidak ada. Kalian semua ada di bawah perlindungan Pak Haji.”.

Maka atas izin sang majikan ini para bawahan yang dipimpin Abang Sohandi bertindak tidak lagi pakai hati. Semua yang tumbuh dan bertahan di atas puncak itu dibabat habis. Mesin-mesin potong, alat berat, api, bahkan semua yang mungkin digunakan seperti senjata tajam juga ikut peran pengusiran hewan-hewan hutan.

Malam itu bunyi deru mesin, tanah yang dikeruk, denting bebatuan, ledakan, bahkan suara-suara pepohonan roboh terdengar hingga pemukiman di bawah puncak gunung. Tak sedikit yang keluar dari rumah untuk menyaksikan sendiri apa yang mereka dengar. Memang tidak terlihat jelas, tapi semua penduduk jadi keheranan, samar-samar puncak gunung di atas tampak berubah bentuk. Meski beberapa memilih kembali masuk kamar dan tak mau bertindak sebab tahu siapa sosok di belakang hal itu, beberapa yang lain memutuskan datang ke lokasi.

Di belahan yang lain, Abang Sohandi yang sejak tadi mondar-mandir memantau perkembangan peralihan fungsi lahan dari kejauhan ini sebetulnya merasa uang yang digunakan terlalu berlebihan. Biaya komunikasi dengan pimpinan dua markas tadi tidak murah. Belum lagi janji-janji yang perlu dipenuhi nantinya di masa mendatang. Memang berat jadi orang besar, katanya dalam hati. Padahal ia ingin membeli motor Satria FU untuk memenuhi hasrat pebalap dalam dirinya. Tapi uangnya kepalang dipangkas untuk biaya tutup dengar beberapa markas.

Kini bulan meninggi, barangkali hampir setengah dari waktu malam sudah habis, kondisi puncak ini jadi terasa lebih lapang untuk dipandang. Tidak ada pohon tinggi, tidak ada bebatuan, tidak ada hewan, tidak ada apapun kecuali sehamparan tanah. Beberapa manusia yang tenaganya tak seberapa kini tengah beristirahat, beberapa yang lain tertidur dengan peluh sebadan. Para jin terus melayang-layang di langit, entah apa yang mereka lakukan.

Tak lama setelahnya tokoh kita ini menghampiri sang majikan yang sejak tadi tidur dan menunggu di salah satu tenda darurat pekerja. Ia membangunkannya dengan hati-hati dan mengatakan lahan sudah siap bangun, tak perlu menghawatirkan soal ini itu, semua aman dan terkendali. Tak banyak yang dibicarakan, hanya soal kondisi puncak dan menunggu perintah lanjutan untuk membangun menara. Tengah malam itu juga Haji Syaiful Rizki dengan wajah ngantuk dan rambut berantakan, ia meletakan batu pertama untuk menaranya.

“Ini keinginan saya, bukti kecintaan saya membangun Kerajaan Beling dan kepada Ratu. Untuk itu, saya berterima kasih kepada kalian-kalian semua yang turut membantu saya mewujudkan ini. Kalau saya berhasil membangun ini semua dalam satu malam, saya bisa menjadi pendamping sang Ratu di singgasana. Saya akan utamakan kalian-kalian semua menjadi lebih sejahtera.”

Setelah itu, sang majikan duduk tak jauh dari area menara yang tengah dibangun. Ia memerhatikan secara serius setiap detail mimpi yang selama ini ia ingin gapai. Para bangsa jin dan manusia mulai membangun menara. Abang Sohandi mendapat pujian dari sang majikan, ia merasa menjadi sosok yang sangat dihormati majikannya kali ini.

Satu demi satu, tumpukan batu demi tumpukan, menara itu mulai menjulang tinggi, seolah akan menggapai kilau di langit penuh bintang. Tak sulit bagi bangsa jin untuk memenuhi keingingan semacam ini. Tumbal, jiwa-jiwa tersesat, dan hewan-hewan ternak yang diberikan Abang Sohandi untuk mereka tidak sedikit. Hampir seluruh kekayaan sang majikan telah habis demi hasrat menara. Meski ia sendiri mulai sadar, seperti mendapat wahyu, tiba-tiba saja terpikirkan kalau semalam ini ia hidup membentangkan masalah.

Bayangannya soal masalah masih terus berlanjut tapi ternyata para warga dari pemukiman di bawah puncak gunung itu sudah tiba. Memang jumlahnya tak seberapa, kalau sekali hantam mulut eskavator pun selesai. Orang-orang itu meminta pembangunan menara ini dihentikan sementara. Tentu sang majikan tak mau, Abang Sohandi apalagi.

“Saya mempertaruhkan cinta ini demi menara, tolong dimengerti, ini kan demi kalian semua juga. Saya membuka lapangan pekerjaan untuk kalian semua lho nantinya,” kata Haji Syariful Rizki.

Kemudian mereka ingin sang pembawa perubahan pada puncak gunung ini menunjukkan kehendaknya atas tindakan di Kerajaan Beling. Tapi semuanya mendadak percuma manakala salah satu di antara warga itu tahu ia bohong soal dokumen persetujuan dan alam.

Abang Shoandi dan rekan-rekannya yang selama ini hanya bekerja di kebun kopi sebetulnya tak punya banyak pilihan. Menuruti segala keinginan sang majikan adalah satu-satunya cara memperpanjang umur keluarga. Apa boleh bikin, katanya begitu. Hidup menentang musibah sekalipun pun sudah bukan lagi soal besar.

Akhirnya, malam menjadi agak ricuh. Penduduk di bawah gunung ini dipaksa mundur pasukan Abang Sohandi dan menjadi barisan sakit hati pembangunan menara karena kalah bertempur. Malam itu angin menderu, tidak begitu kencang, menara yang menjadi hasrat sang majikan terus dibangun. Haji Syariful Rizki tak punya banyak waktu sebab subuh akan segera menjelang.

Nah, ceritanya kurang lebih harus kuakhiri sampai di sini. Aku tak pernah enak hati untuk melanjutkan bagaimana subuh kala itu bisa dilewati orang-orang yang selamat. Cerita ini kususun susah payah menemui mereka yang sampai saat ini masih hidup. Untuk itu jangan pernah mengira ini adalah cerita bohong karena aku akan marah.

Memang peristiwa seperti itu pasti sulit diterima, aku sendiri bahkan masih merasa ayah baru saja pamit untuk memastikan suara-suara dari arah puncak gunung. Hanya saja, sisa-sisa dari subuh itu menunjukkan tanah benar-benar bergeser hebat dan semuanya habis tertimbun. Kebanyakan dari kita mungkin tak percaya itu terjadi hanya karena menara, jelas itu mungkin saja. Tapi mereka yang selamat berkali-kali bersumpah tak ingin membangun sesuatu di puncak gunung lagi, apalagi sampai harus mengotak-atik alam.

Kalau kamu menjadi bagian orang-orang yang setengah gila sepertiku karena ini, kamu bisa hubungi aku (085715115114). Mari kita bersama-sama mencari dan meminta pertanggungjawaban dari Haji Syariful Rizki yang kabur entah ke mana.

Salam,
Raja_Moa
Korban Longsor Pembangunan Menara Puncak Gunung

Redaksi

Redaksi

Artikel Terkait

Hari Raya Akan Tiba, Mari Belanja Produk Kita Sendiri
Opini

Hari Raya Akan Tiba, Mari Belanja Produk Kita Sendiri

26 April 2022
Nama Julukan
Cerpen

Nama Julukan

24 Januari 2022
Soal Jembatan Rusak 10 Miliar, Eksekutif-Legislatif Kompak: Tidak Ada Masalah
Opini

Puncak Komedi, Belum Sebulan, Jembatan 10 Miliar Ambles

23 Januari 2022

Komentar

TERPOPULER

  • Satu Meninggal, Begini Kronologi Bentrok LSM di Karawang

    Satu Meninggal, Begini Kronologi Bentrok LSM di Karawang

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Polisi Ungkap Lima Tersangka Bentrok LSM, Tentara: Jangan Coba-coba Ganggu Keamanan

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Pengusaha Nasi Padang Gor Panatayuda Dibunuh Istri Pakai Jasa Pembunuh Bayaran

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Guru SD di Karawang Kulon Keguguran Diduga Karena Kekerasan Fisik dari Orangtua Murid

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Dua Anggota Ormas Diserang Orang tak Dikenal di Alun-alun, Satu Meninggal, Satu Kritis

    0 berbagi
    Bagikan 0 Tweet 0
  • Tentang Kopipagi.ID
  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Iklan & Kerjasama
  • Karir

© 2021 kopipagi.id. All rights reserved

Tidak ditemukan
Lihat semua hasil
  • Beranda
  • Iklan dan Kerjasama
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi Kopi Pagi
  • Telisik

© 2021 kopipagi.id. All rights reserved